Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Putu Oka: Kabarnya, SBY Mau Juga Berbicara Soal Peristiwa 1965

Senin, 04 Oktober 2010, 10:24 WIB
Putu Oka: Kabarnya, SBY Mau Juga Berbicara Soal Peristiwa 1965
PUTU OKA SUKANTA
RMOL. PADA  waktu rehat dalam acara Peringatan 45 Tahun Tragedi Nasional 1965, yang digelar di Diemen, Belanda, Sabtu (2/10), sastrawan juga aktivis kemanusiaan yang pernah diasingkan ke Pulau Buru oleh rezim Orde Baru, Putu Oka Sukanta berkesempatan diwawancarai oleh A.Supardi Adiwidjaya, koresponden Rakyat Merdeka dan Rakyat Merdeka Online di Belanda. Berikut ini petikannya.

Suatu kenyataan, sudah 45 tahun kasus pelanggaran HAM berat 1965-66 tidak dituntaskan. Bagaimana  pendapat  anda?

Saya berharap bahwa pemerintah mau membuka mata lebih lebar, mau mendengarkan suara hati orang-orang yang sempat menjadi korban tragedi  kemanusiaan 1965-66. Yaitu mungkin dengan mengakui,  bahwa negara memang  pernah melakukan kekerasan terhadap rakyatnya. Dan sekarang diharapkan juga, pemerintah bisa menindak lanjuti untuk mengembalikan hak-hak mereka yang  sudah tersempat terkoyak-koyak akibat peristiwa tersebut.

Mantan Presiden Gus Dur sudah sempat memulai mencoba menyelesaikan persoalan apa yang disebut orang-orang terhalang pulang di luar negeri, karena dicabut paspornya. Tapi ternyata usaha beliau itu gagal. Komentar anda?

Iya,  Gus Dur memang adalah salah satu Presiden  Republik Indonesia yang berusaha untuk menyelesaikan atau merintis jalan penyelesaian masalah ini. Di Indonesia ini kan anehnya, setiap pergantian penguasa, mereka membawa ide-ide baru, policy (kebijakan) baru, sehingga apa yang sudah pernah dirintis oleh orang yang lebih dahulu itu menjadi macet. Sehingga upaya untuk dilakukannya suatu apa itu rehabilitasi atau kemudahan untuk menyelesaikan masalah-masalah bagi teman-teman yang  terhalang pulang  bisa dimulai lagi.

Dalam situasi kondisi politik sekarang ini di Indonesia, mereka yang menjadi korban dari peristiwa Gerakan Tigapuluh September (G30S) tahun 1965, boleh dibilang sampai saat ini masih saja diperlakukan sebagai layaknya warganegara kelas dua. Pandangan anda?

Sampai saat sekarang ini masih ada dua keputusan dan instruksi pemerintah Indonesia yang mengganjal upaya-upaya untuk mendudukan warganegaranya secara equal. Yaitu TAP MPRS No.XXV tahun 1966 dan juga Instruksi Menteri Dalam Negeri  tahun 1981 No.30. Kalau ada kebijakan penguasa  mencabut regulasi tersebut, saya sangat optimis bahwa masalah masyarakat kelas satu dan masyarakat kelas dua akan bisa teratasi.

Bagaimana, menurut anda, apakah mungkin pemerintah saat ini berkeinginan mencabut regulasi tersebut?

Saya dengar suara-suara burung, Pak SBY mau juga berbicara tentang peristiwa 1965, tapi sampai saat sekarang belum muncul realisasi dari suara-suara burung itu.

Khusus mengenai TAP MPRS No.XXV tahun 1966, apakah mungkin penguasa sekarang ini berkeinginan untuk mencabutnya?

Sekarang kan kita melihat, mencoba memetakan kenapa pembedaan warganegara Indonesia ini terjadi. Kan karena adanya aturan-aturan yang melegalkan orang memperlakukan pembedaan dan perbedaan terhadap warganegara Indonesia. Dari sudut pandang  kami, kedua peraturan atau keputusan itulah salah satu sumber yang  menyebabkan terjadinya pembedaan  dan perbedaan  terhadap warganegara Indonesia.

Kasad (Kepala Staf Angkatan Darat) RI sekarang ini melontarkan lagi apa yang disebut bahaya laten komunis atau seperti diberitakan di koran:  Laten Komunis Tetap Patut Diwaspdai. Komentar anda?

Ya, saya melihat kan karena tidak adanya perubahan watak kekuasaan dari zaman pemerintahan Suharto sampai sekarang. Sehingga kata komunis tetap menjadi kambing hitam dalam segala macam keterbelakangan yang terjadi  di  Indonesia.  Ya pejabat-pejabat militer atau sipil siapapun juga  saya harapkan  supaya wawasan berfikirnya  diperkaya  dengan mencoba melihat fakta-fakta sejarah yang disembunyikan oleh kekuasaan Orde Baru.  Hanya dengan kesadaran dan goodwill (keinginan baik) untuk melihat situasi Indonesia itu melalui data-data sejarah, maka saya harapkan dia akan berubah pikirannya.

Dalam rangka apa kedatangan anda ke Eropa ini?

Saya diundang ke Eropa terutama ke Paris untuk presentasi mengenai  dunia  kepengarangan saya, dan juga memutar film-film dokumenter yang saya buat dengan tema besar  “Dampak Sosial Tragedi Kemanusiaan 1965-66 di Indonesia”. Jadi, saya diundang untuk berkunjung ke beberapa negara oleh Universitas,  oleh kelompok-kelompok masyarakat untuk berdialog  dan mempresentasikan karya-karya saya.

Konkretnya, siapa  yang mengundang?

Misalnya, di London saya diundang oleh London University, yang pengunjungnya sebagian besar peneliti-peneliti  study Indonesia. Kemudian, saya di Aachen diundang  oleh masyarakt Indonesia dan masyarakat Jerman,  di Koln - oleh para peneliti. Demikian juga di Berlin saya diundang oleh para peneliti Indonesia. Dan di Leiden pada Minggu (3/10), saya akan bicara di antara mahasiswa-mahasiswa Indonesia.

Menurut rencana, beberapa hari lagi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono  akan mengadakan kunjungan resmi ke Negeri Belanda.  Apa harapan anda kepada Beliau?

Ya, saya harapkan Presiden membuka hatinya  untuk mendengarkan keluhan-keluhan, penderitaan-penderitaan dan harapan-harapan dari  “teman-teman  yang terhalang pulang”. [wid]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA