Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Ngebet Jadi Presiden, Suu Kyi Desak Amandemen Konstitusi

Senin, 28 Januari 2013, 08:48 WIB
Ngebet Jadi Presiden, Suu Kyi Desak Amandemen Konstitusi
Aung San Suu Kyi
rmol news logo Tokoh oposisi Myanmar Aung San Suu Kyi mendesak pemerintah mengamandemen Konstitusi. Langkah ini akan memuluskan Suu Kyi maju sebagai presiden.
Pemenang Nobel Perdamaian baru dibebaskan dari tahanannya setelah diadakan reformasi. Dia berharap bahwa parlemen akan menyetujui revisi Konstitusi mes­kipun militer tetap akan me­ngontrol sejumlah kursi penting.

“Saya tidak terlalu khawatir de­ngan hal itu. Saya berpikir bah­wa militer kita, seperti bangsa kita, (yang) ingin melihat Burma (Myanmar) lebih bahagia, lebih kuat, dan lebih harmonis,” katanya.

“Karena itu, saya mendukung amandemen (Konstitusi) meski harus melalui negosiasi,” kata Suu Kyi di East-West Center pada kunjungan negara bagian Hawaii, Amerika Serikat, Jumat (25/1) waktu setempat.

Presiden Myanmar yang bekas pemimpin junta, Thein Sein mengejutkan para pengecam dengan meluncurkan banyak reformasi setelah berkuasa pada 2011 — termasuk membebaskan para tahanan politik, melong­gar­kan sensor dan mengijinkan Suu Kyi masuk parlemen.

Thein Sein pernah mengatakan dia akan menerima Suu Kyi sebagai presiden jika Liga Na­sional untuk Demokrasinya me­me­nangkan pemilu mendatang pada 2015. Namun, aktivis mera­gu­kan hal itu karena menganggap militer tidak akan mau melepas kekuasaan.

“Saya tidak menganggap Kons­titusi untuk mempertahankan siapapun seumur hidup, atau apa­kah ditulis dengan maksud men­cegah siapapun untuk men­ja­bat seumur hidup,” tegas Suu Kyi.

“Itu sama sekali tidak dapat diterima, itu tidak demokratis, dan itu bukan Konstitusi,” katanya.

Meskipun posisi politiknya itu, Suu Kyi dihormati sejumlah perwira, karena ayahnya, Aung San, mendirikan angkatan darat dan memimpin perjuangan m­e­la­wan kekuasaan kolonial Inggris.

Dalam konstitusi Myanmar 2008, syarat menjadi presiden Myanmar yakni tidak boleh menikah dengan warga asing dan memiliki keturunan yang ber­kewarganegaraan asing. Padahal, Suu Kyi menikah dengan WN Inggris Michael Aris, dan me­miliki dua orang anak.

Suu Kyi mengunjungi Hawaii sebagai inisiatif untuk berbagi mengenai perjuangannya. Suu Kyi juga melakukan tur ke se­jumlah negara Eropa dan Ame­rika Utara sejak pembebasannya dari tahanan rumah. Pada No­vember lalu, Presiden AS Barack Obama melakukan kunjungan bersejarah ke Myanmar, untuk mendorong reformasi.

AS dan Myanmar sejak lama terlibat dalam konflik terkait pe­nahanan Suu Kyi, bahkan juga menyangkut masalah nama resmi negara Myanmar. Dalam sebuah pernyataan, Junta menyatakan “sangat keberatan” atas peng­gunaan nama Burma yang sering disebut oleh AS. Junta mendesak kedua negara untuk menghindari tindakan “saling tidak meng­hormati”.

Burma adalah nama Myanmar dalam bahasa Inggris. Nama Myanmar diperkenalkan sejak militer mengambil alih kekua­saan di negara itu.
“Pernyataan bahwa kita harus menyingkirkan nama itu (Burma) karena itu warisan kolonial meru­pakan pengertian sempit, dan saya pikir itu mencerminkan ku­rangnya rasa percaya diri,” katanya.

Suu Kyi mencatat bahwa Je­pang, Cina, India, Indonesia dan Filipina juga menggunakan na­ma-nama yang warisan dari orang asing.

“Ini bukan tentang nama yang membuat negara, melainkan ne­gara yang membuat nama.” [Harian Rakyat Merdeka]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA