Ketiga negara itu adalah Amerika Serikat, Inggris dan Perancis yang menyatakan bahwa serangan tersebut perlu dilakukan untuk mencegah penggunaan lebih lanjut senjata terlarang dan tidak manusiawi.
“Kami berhasil menghantam jantung usaha senjata kimia Suriah, dan karena tindakan ini, kami yakin bahwa kami telah melumpuhkan program senjata kimia Suriah. Kami siap untuk melanjutkan tekanan ini, jika rezim Suriah cukup bebal untuk menguji tekad kami,†ujar Duta Besar AS di PBB Nikki Haley di Pertemuan Darurat Dewan Keamanan PBB, di New York, Sabtu (14/4) waktu setempat.
Sementara itu, Duta Besar Perancis Francois Delattre tidak setuju dengan pernyataan Rusia yang menyebut serangan ke Suriah bertentangan dengan hukum internasional dan Piagam PBB.
"Saya akan mengingatkan mereka bahwa piagam itu tidak dirancang untuk melindungi para penjahat," ujar Delattre seperti diberitakan Voanews.
Sedangkan utusan Inggris, Karen Pierce mengklaim bahwa serangan yang dilakukan terbatas dan tidak menargetkan warga sipil.
"Kerajaan Inggris percaya bahwa sudah benar dan legal untuk mengambil tindakan militer, bersama dengan sekutu terdekat kami," ujar Pierce.
Sementara Rusia, yang meminta pertemuan darurat ini digelar, mendesak agar agresi yang dilakukan ke Suriah segera digentikan
Duta Besar Rusia untuk PBB, Vassily Nebenzia menilai bahwa serangan ke Suriah yang dilakukan sebelum Tim Inspektur Organisasi untuk Pelarangan Senjata Kimia bekerja merupakan hal yang memicu ketegangan internasional.
"Kami menuntut agresi segera dihentikan dan menahan diri dari penggunaan kekuatan ilegal di masa depan. Ini adalah perbuatan mengacau dalam urusan internasional, dan bukan kekacauan kecil, karena kita berbicara tentang kekuatan nuklir besar," imbuhnya. [ian]
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: