Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Ramadhan Di Gaza, Sahur Dan Iftar Gelap Gulita

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/'></a>
LAPORAN:
  • Senin, 21 Mei 2018, 14:09 WIB
Ramadhan Di Gaza, Sahur Dan Iftar Gelap Gulita
Foto: Humas Aksi Cepat Tanggap
rmol news logo Pernahkah membayangkan hidup tanpa listrik? Hidup dalam gelap? Di dalam rumah gelap, di sepanjang jalan tanpa ada cahaya sama sekali. Tak ada alat listrik yang menyala.

Kembali seperti zaman dua abad silam ketika listrik belum ditemukan.

Krisis inilah yang makin hari makin dirasakan oleh 2 juta penduduk di Jalur Gaza, Palestina.

Setiap hari mereka hidup dengan keterbatasan listrik. Ramadhan tahun ini berjalan dalam ancaman sahur dan berbuka dalam kegelapan.

Jalur Gaza yang diblokade oleh Israel telah berjuang menghadapi kelangkaan listrik sejak tahun 2006. Jalur Gaza berada di jurang krisis energi, tak ada daya listrik yang dipasok lebih dari lima jam sehari. Akibat paling fatal mengancam aspek kehidupan mereka, khususnya pelayanan medis.

Kantor Koordinasi Urusan Kemanusiaan (OCHA) PBB menyebutkan, tahun 2018 ini Jalur Gaza membutuhkan 7,7 juta liter bahan bakar untuk mencegah jatuhnya berbagai layanan kesehatan di sana. OCHA memperkirakan bahwa untuk menghidupkan fasilitas penting di Gaza dibutuhkan 1,4 juta liter bahan bakar per hari.

Data yang dirangkum ACTNews menunjukkan, saat ini, jalur Gaza hanya menerima 120 megawatt listrik dari Israel dan 32 megawatt dari Mesir. Sementara itu, kebutuhan total listrik sekitar 600 megawatt.

Pembangkit listrik yang berfungsi di Gaza hanya mampu menghasilkan 60 megawatt listrik. Kabar buruknya lagi, generator listrik yang dimiliki warga Gaza itu lebih sering padam ketimbang menyala.

Kekurangan pasokan listrik ini telah memicu beberapa rumah sakit dan pusat medis menangguhkan layanan mereka. Rumah Sakit Beit Hanoun di Jalur Gaza Utara misalnya, menghentikan operasinya dalam rentang waktu tertentu.

Rumah Sakit anak-anak Al-Durra juga mengurangi layanan kesehatannya, imbas kurangnya bahan bakar untuk menyalakan generator mereka.

"Semua rumah sakit menderita krisis listrik. Dengan sumber daya seadanya mencoba menyediakan bahan bakar untuk menjalankan rumah sakit. Namun, karena harga bahan bakar yang mahal seringnya mereka tidak mampu menyediakan bahan bakar," ujar Muhammad Najjar, mitra ACT di Gaza sebagaimana rilis yang diterima redaksi, Senin (21/5).

Kementerian Kesehatan Palestina menyebutkan tiga rumah sakit dan 10 pusat medis di Jalur Gaza telah menghentikan layanan akibat kehabisan bahan bakar.

Sebulan sebelum Ramadhan lalu, operasional satu-satunya stasiun pembangkit listrik di Jalur Gaza padam total pada Kamis (12/4). Alasan utama di balik berhentinya pembangkit listrik karena tak tersedia bahan bakar industri dan kurangnya suku cadang.
Ramadan tanpa cahaya di Gaza

Memulai Ramadan 2018 di Gaza, kondisinya belum berubah. Penduduk Jalur Gaza terancam menghabiskan waktu Ramadhan tanpa listrik sama sekali, terutama bagi keluarga miskin yang tak mampu menebus seliter dua liter bensin untuk nyala generator.

Najjar menyebutkan, pasokan listrik hanya tersedia selama 3 hingga 4 jam per hari. Artinya, sebagian besar kehidupan mereka dihabiskan tanpa bantuan listrik.

Sementara itu, persentase kemiskinan di Gaza tetap melambung. Saat ini, sekitar 42 persen warga Palestina di Gaza menderita kemiskinan, 58 persen kaum mudanya pengangguran, dan sekitar 80 persen penduduk Gaza bergantung pada bantuan internasional, terutama makanan.[wid]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA