Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Harga Bahan Bakar Naik 150 Persen, Ribuan Warga Blokade Jalan

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/amelia-fitriani-1'>AMELIA FITRIANI</a>
LAPORAN: AMELIA FITRIANI
  • Selasa, 15 Januari 2019, 05:09 WIB
Harga Bahan Bakar Naik 150 Persen, Ribuan Warga Blokade Jalan
Polisi bersiaga di tengah aksi unjuk rasa/Al Jazeera
rmol news logo Ribuan orang turun ke jalanan Zimbabwe awal pekan inni (Senin, 14/1). Mereka berunjuk rasa serta memmblokir jalan untuk memprotes harga bahan bakar yang diumumkan oleh Presiden Emmerson Mnangagwa.

Tidak tanggung-tanggung, kenaikan harga bahan bakar yang diterapkan mencapai 150 persen.

Di selatan kota Bulawayo, pengemudi bus komuter dan aktivis memblokir jalan dengan membakar ban, ranting pohon, dan balok batu. Polisi anti huru hara berusaha menumpas demonstrasi di pinggiran barat Emakhandeni dan Luveve, menembakkan tembakan peringatan dan gas air mata, tetapi para pengunjuk rasa tetap menentang.

"Orang macam apa yang melakukan ini? Bisakah Mnangagwa disebut sebagai presiden? Dia membuat hidup kita susah dan polisi ini berusaha menghentikan kita seolah-olah mereka tidak tahu penderitaan kita," kata salah seorang pengunjuk rasa, Glen Ncube, seperti dimuat Al Jazeera.

Pemerintah Zimbabwe telah bersumpah tidak akan ragu untuk mengambil tindakan terhadap pengunjuk rasa yang mengancam akan mengacaukan negara dan militer dikerahkan untuk membantu polisi.

Zimbabwe sendiri saat ini tengah dilanda krisis ekonomi terburuk dalam satu dekade terakhir.

Pemerintah Zimbabwe mengumumkan kenaikan harga dari 1,34 dolar AS untuk satu liter bensin menjadi 3,31 dolar AS. Sedangkan harga diesel melonjak menjadi 3,11 dolar AS per liter. Kenaikan harga itu memicu ketidakpuasan yang meluas.

Serikat buruh pekerja menyerukan pemadaman nasional tiga hari sebagai protes. Tindakan itu terjadi tak lama setelah dokter junior mengakhiri aksi mogok 40 hari menuntut gaji dalam dolar AS dan kondisi kerja yang lebih baik.

Sejak jatuhnya dolar Zimbabwe hiperinflasi pada 2008, negara itu menggunakan beberapa mata uang termasuk dolar AS dan pengganti lokal yang tidak populer yang disebut "nota obligasi".

Karena kekurangan valuta asing yang parah, sebagian besar transaksi harian dilakukan dalam bentuk obligasi dengan dolar AS dan perdagangan rand Afrika Selatan di pasar gelap dengan tingkat inflasi.[mel]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA