Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Wartawan Indonesia-Malaysia Bicara Zaman Now

 OLEH: <a href='https://rmol.id/about/ilham-bintang-5'>ILHAM BINTANG</a>
OLEH: ILHAM BINTANG
  • Minggu, 17 Februari 2019, 13:40 WIB
Wartawan Indonesia-Malaysia Bicara Zaman Now
ISWAMI
LAGU “Antara Anyer-Jakarta” mengalun di ruang pertemuan lantai Mezzanine Hotel Everly di Putrajaya, Kuala Lumpur, Malaysia, Selasa (12/2) malam. Lagu yang diciptakan musisi Indonesia Oddie Agam tahun 1986 dan dinyanyikan penyanyi Malaysia Sheila Madjid, amat  populer di dua negara masa itu. Lagu yang dulu dijuluki lagu “kebangsaan” kedua negara, menyemangati  pertemuan “Sahabat Media Bicara Eksekutif” yang digagas Iswami, Ikatan Setiakawan Wartawan Malaysia-Indonesia.
Selamat Menunaikan Ibadah Puasa

Hadir sekitar tigapuluh wartawan dan pimpinan media Indonesia-Malaysia. Topik bincang-bincang seputar bagaimana di zaman now wartawan generasi milenial bisa ikut merawat  hubungan persaudaraan Malaysia-Indonesia.

Maklum generasi  milenialis sering berbeda platform memandang segala sesuatu dengan generasi pendahulunya. Ada kekhawatiran milenialis  yang lebih berorientasi  global, tak begitu hirau bumi tempat mereka berpijak dan persoalan-persoalannya. Tak menganggap penting  urusan histori dan kearifan lokal serta nilai-nilai luhur yang terkandung di dalamnya.

Bagaimana “nasib” hubungan persaudaraan kita, maksudnya Malaysia -Indonesia?

Kecemasan makin relevan dengan melihat kenyataan media sosial di kedua negara yang dikuasai Nitizen. Ranah itu tempat mereka kobarkan perang setiap hari. Saling ejek dan hujat. Kata-kata kasar yang bikin kuping panas bagi umumnya kaum milenialis adalah bagian dari tata pergaulan nitizen. Padahal itu potensial mengganggu hubungan kedua negara.

Tampil berbicara malam itu, Presiden Iswami Indonesia Asro Kamal Rokan,  Wakil Presiden Iswami Malaysia Datuk Zulkifli Hamsah, Tokoh Pers Malaysia Tan Sri Johan Jaffar, dan saya. Acara dipandu Chamil Waria, CEO Malaysia Press Institute.

Menurut Asro yang tampil berbicara di awal, memang tak mudah merawat hubungan mesra kedua negara saat ini. Generasi millenial mempunyai pikiran, nilai dan mimpi-mimpinya sendiri yang cenderung individualistis. Senada Asro, Datuk Zulkifli Hamzah  mengatakan itulah sebabnya kita harus mengingatkan lagi perlunya hubungan baik kedua negara dijaga-baik.

Tan Sri Johan Jaaffar  melihat era digital sekarang memang menghadapkan warga kedua berada pada  dimensi baru. Ia mengusulkan perlu dibuat platform baru, seirama dengan dinamika perkembangan dan percepatan multi media, multi format dan multi channel. Pendiri Iswami, Syamsuddin Ch Haesy, mengatakan kita tidak bisa  bergantung hanya dengan platform konvensional menghadapi era media sosial.

Begitupun dengan Datuk Zulkifli Hamzah. Ia mengingatkan itu harus diawali oleh para para jurnalis sesuai perannya secara universal.

Sejarah Iswami


Iswami dibentuk sepuluh tahun lalu memang diharapkan menjadi katalisator bagi hubungan Indonesia-Malaysia di jalur pers atau media massa. Momen pembentukannya di saat maraknya  kasus pulau Ambalat - Lipitan yang menjadi sengketa dua negara. Wartawan Malaysia-Indonesia sadar jika tak ambil peran  isu bakal memperparah hubungan antar bangsa serumpun.

Bukan hanya sengketa pulau itu saja yang berpotensi mengganggu hubungan persaudaraan kedua bangsa. Banyak isu lainnya, seperti kompetisi bola, sampai urusan batik, reog, punya potensi digoreng-goreng jadi masalah besar. Apalagi di zaman now, di era media sosial, siapa saja merasa bebas untuk bicara apa saja tanpa mempertimbangkan risiko SARA.

Masih segar dalam ingatan di masa pembentukan Iswami itu, rekan  Asro Kamal Rokan, Syamsuddin Ch Haesy, almarhum Saiful Hadi, almarhum Tarman Azzam dari pihak Indonesia mengatur lobby dengan tokoh- tokoh pers Malaysia, seperti Johan Jaffar, tokoh pimpinan Bernama. Berkali- kali kunjungan tokoh pers Malaysia ke Indonesia untuk meyakinkan perlunya Iswami itu ditubuhkan. Begitu pun sebaliknya.

Tidak Akan Berubah

Malam itu saya menyampaikan keyakinan di era  apa pun, persaudaraan Indonesia-Malaysia tidak akan berubah. Ini fitrah. Takdir. Modal terutama karena kita satu bangsa Melayu, satu darah, dan satu budaya. Bahwa, beberapa kali diwarnai “clash” dalam perjalanan kita berbangsa, itu adalah bagian dinamika pergaulan bangsa.

Lagu “Antara Anyer-Jakarta” yang mengalun malam itu, disambung dengan lagu “Jangan Ada Dusta Di antara Kita” oleh Broery Pesolima, bukan sekadar enak didengar. Tetapi menjelaskan betapa hubungan persaudaraan kita terus menerus dirawat. Lagu yang dikarang tahun 1986 oleh musisi Odie Agam, itulah salah satu fase kita sadar untuk hubungan persaudaraan kita lewat kebudayaan dan film.

Saya ingat berapa kali saya bolak balik Malaysia bersama delegasi Dewan Film Nasional untuk mewujudkan kerjasama bidang perfilman dengan Finas, lembaga tertinggi pembinaan perfilman di Malaysia.  Tiap kali berkunjung ke Malaysia, artis film populer Indonesia, Dicky Zulkarnaen, Benyamin S, Ratno Timur, Roy Marten, seperti sedang berada di rumah sendiri. Sambutan majelis ramai setiap kali mereka berinteraksi dengan warga Malaysia.

Begitupun dengan seniman film Malaysia jika berkunjung ke Indonesia. Saya bahkan sempat mendatangkan film-film terbaik pemenang Festival Film Malaysia untuk ditayangkan di bioskop-bioskop di Indonesia.

Hubungan kalangan pers lebih mesra lagi. Belakangan ini, setiap tahun tokoh-tokoh pers menghadiri peringatan Hari Pers Nasional. Begitu pun sebaliknya. Pada peringatan Hari Wartawan Nasional, dihadiri juga beberapa  wartawan Indonesia.

Tapi saya setuju kepada semua pembicara untuk menciptakan cara baru yang bisa mengajak keterlibatan generasi milenial bertanggung jawab merawat hubungan kedua negara. Kemasan cara baru itu tentu harus sesuai selera mereka.

Selain bincang-bincang, Iswami juga mengajak press tour ke beberapa tempat di Malaysia. Seperti ke Karangkraf, media lagendaris Malaysia yang tetap kokoh bertahan di tengah perubahan platform media. Juga meninjau Depot Imigrasi, yang penghuninya mayoritas WNI, dan ke Semenanjung Melaka, daerah wisata utama yang dikunjungi  20 juta wisatawan pertahun.

Bagaimana pun, Indonesia-Malaysia berkah dari Tuhan. Dua negara serumpun itu, amanah. [***]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA