Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Ini Tentang Rokok Dan Durian Di Malaysia

 OLEH: <a href='https://rmol.id/about/ilham-bintang-5'>ILHAM BINTANG</a>
OLEH: ILHAM BINTANG
  • Jumat, 22 Februari 2019, 09:58 WIB
Ini Tentang Rokok Dan Durian Di Malaysia
Foto: Repro
LARANGAN merokok dan diplomasi durian merupakan dua topik menarik selama kunjungan wartawan dan pimpinan redaksi media Indonesia di Malaysia.

Agaknya, baru sekali ini terjadi, dalam sepekan, dua kali wartawan Malaysia - Indonesia bertemu di negeri jiran itu.

Yang menjadi hostnya ISWAMI Malaysia dibawah kepemimpinan presidennya Zulkefli Salleh. ISWAMI —Ikatan Setiakawan Wartawan Malaysia-Indonesia yang berdiri tahun 2009.

Di Indonesia, yang menjadi Presiden ISWAMI, wartawan senior Asro Kamal Rokan, mantan pimpinan kantor berita Antara. Asro menjadi pimpinan dua kali rombongan Indonesia ke sana.

Kunjungan pertama, 12-14 Februari 2019. Acaranya diskusi soal bagaimana menghadapi pers era digital, dan menggugah generasi milenial terlibat aktif melestarikan hubungan kedua negara  serumpun. Diselingi acara kunjungan ke rumah tahanan Imigrasi Malaysia, tur ke obyek wisata Semenanjung Melaka, dan Karangkraf, media terbesar di negeri jiran itu.

Kunjungan kedua, 18-20 Februari 2019 untuk agenda pertemuan dengan Perdana Menteri Malaysia Tun Mahathir Mohamad.

Larangan merokok

Kunjungan pertama ke Malaysia cukup berat bagi para perokok. Sejak tiba  di bandara KLIA — Kuala Lumpur International Airport, Sepang—pemandu mengingatkan adanya larangan merokok di seluruh Malaysia. Larangan berlaku sejak 1 Januari 2019. Larangan itu berlaku di seluruh tempat umum, bandara, hotel, mal, dan kedai-kedai makanan. Denda bagi yang melanggar RM 300 (sekitar Rp 1 juta).

Meski demikian, masih ada celah bagi perokok. Hotel masih menyediakan tempat khusus untuk perokok di depan dan samping kiri kanan di luar hotel. Di rumah - rumah makan juga demikian. Bisa merokok di tempat terbuka, lima meter dari resto atau rumah makan. Jangan coba-coba merokok di dalam kamar. Di Everly Hotel, tempat rombongan menginap di kawasan Putra Jaya, memasang tarif denda RM 2000 ( Rp 7 juta). Karena pengetahuan itu maka pada kunjungan kedua wartawan perokok sudah ekstra hati-hati. Selalu bertanya tiap kali hasrat ingin merokok datang.

Selama dua malam dalam kunjungan kedua, rombongan pemred dari Indonesia menginap di Hotel Zenith, hotel baru, juga di kawasan Putra Jaya. Dekat dengan kantor Perdana Menteri.

Tiba di Zenith Senin (18/2) pukul 16.00 ( waktu setempat), pemandu menunjuk di lantai LG ada tempat untuk merokok.

Di luar dugaan, tempat ini tergolong istimewa. Menghadap tasik (danau buatan) dan pemandangan jejeran bangunan tinggi dan megah di Putra Jaya. Ada bangunan mesjid Putra yang berwarna merah, salah satu ikon Putra Jaya. Tempat merokoknya di mana? Bebas. Mau di jajaran kursi yang beratapkan tenda juga boleh.  Presiden Iswami Indonesia, Asro Kamal, mengusulkan supaya di sini saja sampai sunset. Nanti tinggal masuk kamar untuk mandi, ganti pakaian, bersiap hadiri jamuan makan malam Iswami.

Ada Asbak Dalam Kamar

Suprise. Di atas meja di dalam kamar ternyata ada asbak. Di WAG, rekan Syamsuddin Ch Haesy kasih warning. Hati- hati jebakan. Saya menelpon operator.  Pertama bertanya waktu Maghrib. Yang kedua, basa-basi tanya asbak itu untuk apa? Jawabannya pas yang dimaui. Boleh merokok. Horee! . Rasanya tiada  kebahagiaan saat itu selain kebahagiaan karena boleh merokok. I love you, Malaysia.

Tengah malam di WAG, Pemred KompasTV Rosiana Silalahi, menginformasikan dia sudah tiba di hotel. Rosi bersama Arifin Asydhad, Don Bosco Salamun,  dan beberapa teman lagi berangkat dari Jakarta dengan penerbangan malam. “Saya sudah sediakan asbak buat kamu di kamar,” balas saya kepada Rosi.

Ternyata, bagi kawan-kawan wartawan Malaysia, asbak di kamar itu kejutan. Mereka tidak tahu boleh merokok di kamar hotel. “ Ini mungkin karena tulisan Pak Ilham,” selak Amin Boyo staf di Kantor Perdana Menteri. Pada kunjungan pertama saya memang menulis “ Dilarang Merokok di Malaysia”, mengulas tentang larangan itu dengan segala paradoksnya.

Diplomasi Durian

Ini  topik paling menarik. Karena menyatukan wartawan perokok dengan yang tidak. Amin Boyo menyebut istilah “ diplomasi durian”. Itu lantaran, semua delegasi bisa menikmati. Kalau merokok, cuma tertentu.
Durian musang king dan durian kepala udang merah memang terkenal di Malaysia. Durian legit dan lezat ini bahkan terkenal sampai Indonesia sebagai buah produk unggulan Malaysia.

Kami dijamu pertama kali pada kunjungan pertama. Tempatnya di daerah Semenanjung Melaka, 175 km dari Kuala Lumpur. Rombongan dibawa ke perkebunannya. Rata-rata yang disuguhkan buah durian jatuhan pohon. Sebentar saja foto-foto durian itu menyebar ke WAG wartawan,  bahkan tembus ke rekan di Tanah Air.

Promosi itu yang mendorong Pemimpin Redaksi Kumparan, Arifin Asydhad sebelum ke Malaysia menyorong pertanyaan. Apakah delegasi rombongan kedua juga akan disuguhi durian?  Arifin dan belasan pemimpin redaksi lainnya, baru ikut pada kunjungan kedua. Sangat boleh jadi, durian musang king itulah daya tarik semua teman hadiri undangan ke Malaysia, walau harus terbang berbeda-beda waktu penerbangannya. Ada yang tengah malam. Bahkan ada yang baru tiba siang di Malaysia, menjelang delegasi diterima PM Mahathir.

Selesai pertemuan dengan Mahathir, Amin Boyo memenuhi janjinya. Meluncurlah  rombongan ke kedai durian, tidak jauh dari Putra Jaya. Wartawan Malaysia dan Indonesia tumplek blek di sini.

Meriung di meja, head on dengan rupa-rupa jenis durian. Musang king yang kuning mengkilap, dan durian kepala udang yang kemerah-merahan. Kecuali,  hanya satu yang pamit, Ninuk M Pambudy. Pemred Harian Kompas ini mengaku flu. Tapi ada yang bilang, dia takut makan durian. Don Bosco menyusul datang. Tapi kabarnya, Pemred Metro TV itu histeria saat menikmati durian musang king.
Benar kata Amin Boyo, musang king makin mengeratkan  hubungan setiakawan wartawan Malaysia - Indonesia. I love Malaysia. Sampai jumpa lagi.

Penulis adalah wartawan senior

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA