Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Bouteflika Resmi Mundur Dari Kursi Nomor Satu Aljazair, What Next?

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/amelia-fitriani-1'>AMELIA FITRIANI</a>
LAPORAN: AMELIA FITRIANI
  • Kamis, 04 April 2019, 19:22 WIB
Bouteflika Resmi Mundur Dari Kursi Nomor Satu Aljazair, <i>What Next?</i>
Ilustrasi/Amelia Fitriani
rmol news logo Hari Selasa (2/4) bisa jadi merupakan hari yang paling dinanti-nanti oleh banyak warga Aljazair. Di hari itu, Presiden Aljazair Abdelaziz Bouteflika tunduk pada massa dan memilih untuk melepaskan jabatannya setelah dua dasawarsa berkuasa.
 
Pengunduran diri Bouteflika membawa angin segar bagi perpolitikan Aljazair. Pemimpin berusia 82 tahun itu semula berencana mencalonkan diri untuk masa jabatan kelima dalam pemilihan umum yang dijadwalkan digelar bulan April ini.
 
Langkah Bouteflika itu memicu demonstrasi jalanan sejak Februari 2019 lalu. Selama paling tidak enam minggu terakhir, ratusan ribu warga Aljazair turun ke jalan memprotes langkah Bouteflika.
 
Pemimpin yang menderita stroke itu pun kemudian memilih untuk membatalkan pencalonan dirinya dalam pemilu bulan ini. Namun hal itu tidak serta merta membuat massa puas. Mereka menuntut lebih, yakni pengunduran diri Bouteflika. Menurut mereka, presiden yang jarang muncul ke publik itu tidak lagi layak memimpin.
 
Tuntutan itu pun terjawab awal pekan ini dengan pengumuman mundurnya Bouteflika dari kursi nomor satu Aljazair. Keputusan itu disambut sorak sorai banyak warga Aljazair.
 
CNN mengabarkan, adegan euforia pecah di ibu kota Algiers ketika media pemerintah memuat laporan bahwa Bouteflika telah menyerahkan kendali dengan segera. Pria, wanita dan anak-anak membungkus diri mereka dengan bendera nasional Aljazair dan menyanyikan lagu kebangsaan serta membunyikan klakson mobil di jalan-jalan kota.
 
Bouteflika sendiri diketahui pernah dipuji selama dua periode pertama kepemimpinannya sejak tahun 1999. Pria kelahiran Maroko itu berhasil mengarahkan negara Afrika Utara itu kembali ke stabilitas setelah "dasawarsa hitam" pada 1990-an ketika perang saudara yang berdarah menyebabkan lebih dari 150 ribu orang meninggal dunia.
 
Meskipun menderita stroke dan masalah kesehatan yang berkelanjutan, dia terpilih kembali pada tahun 2009 dan 2014 dalam kemenangan besar.
 
Kini, untuk pertama kalinya dalam lebih dari dua dekade, Dewan Konstitusi Aljazair bersidang pada hari Rabu (3/4) untuk menyatakan kursi Presiden "kosong," sesuai dengan konstitusi negara itu. Aljazair Press Service (APS) melaporkan bahwa parlemen Aljazair kemudian harus menyetujui deklarasi Dewan Konstitusi.
 
Setelah parlemen menyetujui status "kosong" tersebut, ketua majelis tinggi Aljazair, Abdelkader Bensalah, akan bertindak sebagai kepala negara sementara untuk jangka waktu maksimum 90 hari, di mana pemilihan presiden harus diadakan.
 
Sebagai pemimpin sementara, Bensalah tidak memenuhi syarat untuk mengajukan namanya untuk pencalonan dalam pemilihan mendatang.
 
Namun, apakah langkah itu akan menghentikan gelombang protes? Jawabannya adalah tidak. Pasalnya, protes cukup umum di Aljazair sebagai akibat dari pengangguran yang tinggi dan negara tersebut saat ini tengah menderita krisis keuangan yang melemahkan setelah jatuhnya pendapatan minyak.
 
Protes massa ini mungkin dimulai sebagai demonstrasi anti-Bouteflika, tetapi sejak saat itu, protes berubah menjadi sesuatu yang jauh lebih besar.
 
Seiring berjalannya waktu, para aktivis menjadi lebih berani dan menyerukan perombakan yang lebih drastis dari pemerintah negara dan kepemimpinannya.
 
"Orang Aljazair sangat realistis. Ini adalah kemenangan yang indah, langkah awal yang nyata tetapi mereka tahu bahwa lebih banyak yang harus dilakukan. Mereka tidak puas sepenuhnya. Mereka ingin semuanya hilang," jelas Dalia Ghanem, seorang warga Aljazair yang juga merupakan akademisi di Carnegie Middle East Center, seperti dimuat CNN.
 
"Warga Aljazair menyerukan perubahan radikal, perubahan kepemimpinan,"tambah Ghanem.
 
"Mereka tidak menginginkan Bouteflika, mereka tidak menginginkan keluarga Bouteflika, atau klan Bouteflika dan mereka tidak ingin penjaga lama tetap berkuasa," tutupnya. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA