Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Menebak Jurus Terakhir Netanyahu

 OLEH: <a href='https://rmol.id/about/dr-muhammad-najib-5'>DR. MUHAMMAD NAJIB</a>
OLEH: DR. MUHAMMAD NAJIB
  • Jumat, 05 April 2019, 15:19 WIB
Menebak Jurus Terakhir Netanyahu
Foto: Net
HANYA empat hari sebelum pencoblosan Pemilu Israel yang akan diselenggarakan pada Selasa (9-4-2019), sebagai petahana Perdana Mentri Benjamin Netanyahu masih melakukan manuver politik, dengan cara mengumumkan ke publik rencananya untuk menduduki kembali jalur Gaza.

"Semua opsi masih di atas meja, termasuk memasuki Gaza dan mendudukinya, dengan pertimbangan apa yang terbaik untuk Israel," demikian Netanyahu sebagaimana dikutip Jerusalem Post.

Fenomena ini bisa dijadikan indikator betapa ketatnya persaingan untuk memperebutkan kursi Perdana Menteri.

Sebagai petahana, Netanyahu yang akrab dipanggil Bibi tentu memiliki banyak keuntungan.

Kalau sebelumnya ia menggunakan instrumen negara, dengan memainkan kartu Kementerian Luar Negeri untuk mendapatkan dukungan negara dan/atau tokoh asing, kini ia menggunakan data atau informasi negara yang selama ini ia rahasiakan.

Meskipun alternatif lain berupa menyerahkan pengelolaan Gaza kepada negara lain juga disebutkan sebagai opsi, akan tetapi pengungkapan informasi rencananya menduduki kembali Gaza yang kini menjadi basis Hammas tetap saja mengejutkan publik.

Di samping menunjukkan ketatnya persaingan memperebutkan kursi Perdana Menteri di hari-hari terakhir menjelang pencoblosan.

Hal ini juga menyingkap sejumlah hal antara lain:
 
Pertama, bagi Netanyahu yang akrab dipanggil Bibi dan Likud sebagai kendaraan politiknya, kesepakatan berupa two states solution yang ditandatangani dan dirundingkan para pemimpin Israel sebelumnya telah dikububur dalam-dalam. Kalaupun terpaksa harus melepas Gaza, ia lebih memilih untuk memberinya kepada salah satu negara Arab yang mau menerimanya.

Kedua, meskipun tidak disebutkan negara Arab mana yang ditawarkan untuk mengambil alih Gaza, bagi yang faham sejarah dan lokasi geografisnya, maka jelas sekali yang dimaksudnya adalah Mesir.

Kenapa Mesir? Dari sisi geografis, wilayah Gaza berbatasan langsung dengan Mesir. Sementara secara historis, Gaza milik Palestina sebenarnya hanya separoh, sedangkan separuhnya lagi masuk wilayah Mesir. Jadi Gaza terbelah antara milik Palestina dan Mesir. Hal ini terjadi sebagai bagian dari bom waktu yang ditinggalkan penjajah Inggris saat kewalahan mengendalikannya.

Ketiga, usulan baru ini juga menyingkap betapa Tel Aviv kewalahan menghadapi wilayah sempit berpenduduk 2 juta ini. Di samping perlawanan yang tak pernah henti dari sejumlah milisia yang bermarkas di wilayah ini seperti Hammas dan Jihad Islam, kemampuan mereka untuk meneror seluruh penduduk Israel semakin hari semakin berfariasi dan semakin dahsyat.

Mulai demo yang tak pernah henti di perbatasan, lalu mengirim balon-balon api yang sering membakar wilayah Israel saat musim panas, sampai membuat terowongan bawah tanah. Kini yang terbaru berupa kiriman roket yang bisa menjangkau ibukota Tel Aviv.

Dahulu wilayah Gaza mirip dengan Tepi Barat. Ada sekitar 21 pemukiman Yahudi sebelum digusur. Dua pemukiman terakhir bernama Kfar Darom dan Netzarim ditutup tahun 2005 saat Ariel Sharon menjadi perdana menteri.

Kebijakan ini diambil karena Tel Aviv kewalahan mengatasi tingginya teror yang dialami warga Yahudi dan mahalnya biaya yang harus dikeluarkan untuk menjaga keamanan di wilayah sempit tapi padat dengan penduduk Palestina ini.

Setelah memindahkan keluar seluruh penduduk Yahudi, pemerintah Israel kemudian membangun kawat berduri yang dialiri listrik tegangan tinggi dan dilengkapi dengan menara pengawas tempat para snipers memantau.

Belakangan pagar berduri ini dilengkapi dengan kamera CCTV yang dipantau 24 jam. Hanya disisakan satu pintu bernama Erez, tempat lalu-lalangnya orang dan barang yang dijaga sangat ketat oleh tentara Israel.

Bagi Mesir tawaran ini ibarat tawaran untuk menggenggam bara yang bisa menghanguskan tangan sendiri. Sebagaimana diketahui Hammas yang kini berkuasa di Gaza tidak lain dari Ikhwanul Muslimin  (IM) yang tumbuh di tanah Palestina. Padahal kini IM menjadi musuh utama pemerintah Mesir dengan memberinya status sebagai organisasi terlarang dan/atau teroris. 

Walaupun IM pernah berkuasa dan pernah memiliki seorang Presiden melalui pemilu yang demokratis, akan tetapi sejak kudeta yang dipimpin oleh Jenderal Abdul Fatah Al Sisi pada tahun 2013, tokoh-tokoh IM memenuhi penjara-penjara Mesir, sebagian bahkan dijatuhi hukuman mati.

Apakah manuver politik Netanyahu ini dilakukan sekedar sebagi jurus terkhir untuk kepentingan memenangkan pertarungan memperebutkan kursi Perdana Mentri, atau serius akan menduduki Gaza kembali sebagai koreksi atas kesalahan kebijakan yang dilakukan pendahulunya Ariel Sharon, tentu waktu yang akan membuktikannya.rmol news logo article


Pengamat Politik Islam dan Demokrasi

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA