Â
Dalam tragedi bersejarah itu, diperkirakan ada 800 ribu orang Rwanda, sebagian besar di antaranya adalah masyarakat minoritas etnis Tutsi, dibunuh oleh ekstrimis etnis Hutu selama 100 hari pada tahun 1994.
Â
Rwanda menuduh Perancis pada saat itu ikut ambil bagian dalam genosida tersebut. Tuduhan itu berulang kali dibantah oleh Perancis.
Â
Tuduhan tersebut bukan tanpa alasan. Pada saat itu, Perancis adalah sekutu dekat pemerintahan Hutu Juvenal Habyarimana yang dipimpin sebelum pembantaian. April 1994, pesawat yang ditumpangi Habyarimana ditembak di ibukota Kigali. Kejadian itu memicu terjinya genosida.
Â
Rwanda menuduh Perancis mengabaikan atau menghilangkan tanda-tanda peringatan dan melatih para milisi yang melakukan serangan.
Â
Rwanda juga mengatakan pasukan Perancis, yang ditempatkan di negara tersebut sebagai bagian dari operasi penjaga perdamaian PBB, menggunakan penciptaan zona aman untuk membantu beberapa pelaku melarikan diri. Perancis berulang kali membantah tuduhan itu.
Â
Macron serius mendalami tuduhan itu dan membentuk panel ahli untuk mengusutnya. Para ahli yang terdiri dari sejarawan dan peneliti tersebut bertugas untuk berkonsultasi dan mendalami arsip untuk menganalisis peran Perancis selama periode 1990-1994.
Â
Macron, dalam sebuah pernyataan seperti dimuat
BBC menjelaskan, hasil temuan panel ahli akan berkontribusi pada pemahaman dan pengetahuan yang lebih baik tentang apa yang terjadi selama genosida Rwanda 1994.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: