Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Aneksasi Golan Dianggap Legal Namun Krimea Ilegal, Standar Ganda AS?

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/amelia-fitriani-1'>AMELIA FITRIANI</a>
LAPORAN: AMELIA FITRIANI
  • Kamis, 11 April 2019, 22:03 WIB
Aneksasi Golan Dianggap Legal Namun Krimea Ilegal, Standar Ganda AS?
Mike Pompeo/Net
rmol news logo Menteri Luar Negeri Mike Pompeo mengklaim bahwa pencaplokan wilayah yang dilakukan dalam kasus Krimea oleh Rusia dan Dataran Tinggi Golan oleh Israel merupakan dua hal yang berbeda.
 
Pernyataan itu dikeluarkan untuk membela keputusan Presiden Amerika Serikat Donald Trump bulan lalu untuk mengakui kedaulatan Israel atas Dataran Tinggi Golan yang dicaplok dari Suriah pada tahun 1967.
 
Dalam pengarahan di hadapan Senat Amerika Serikat, seperti dimuat The Guardian (Kamis, 11/4), Pompeo memberikan beberapa klaim pembenaran untuk langkah pencaplokan Dataran Tinggi Golan oleh Israel itu.
 
Pompeo mengutip akar Yahudi kuno di Dataran Tinggi Golan hingga keadilan Israel dalam "perang enam hari", dan kekuatan tumpul dari fakta di lapangan.
 
“Ada doktrin hukum internasional tentang hal ini. Kami tidak punya waktu untuk memeriksanya hari ini. Tapi (saya) senang ada tim yang datang dan memandu Anda melalui elemen hukum internasional itu," kata Pompeo kepada subkomite alokasi Senat.
 
Setelah itu, Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat mengeluarkan pernyataan lanjutan soal klarifikasi doktrin yang dimaksud Pompeo.
 
"Pemerintahan Israel di Dataran Tinggi Golan, dan pendudukan Rusia serta aneksasi Krimea yang diklaim tidak boleh dibandingkan, karena situasinya tidak bisa lebih berbeda," kata pernyataan itu.
 
"Israel mendapatkan kendali atas Golan melalui responsnya yang sah terhadap agresi Suriah yang ditujukan pada kehancuran Israel," lanjut pernyataan yang sama.
 
Sementara itu dalam hal aneksasi Krimea oleh Rusia, Amerika Serikat menganggapnya sebagai tindakan ilegal.
 
"Rusia telah menduduki Krimea meskipun faktanya telah mengakui Krimea sebagai bagian dari Ukraina dalam perjanjian bilateral, dan terlepas dari kewajiban dan komitmen internasionalnya, termasuk prinsip-prinsip inti OSCE (Organisasi untuk Keamanan dan Kerjasama di Eropa)," sambung pernyataan yang sama.
 
Pernyataan itu menyimpulkan bahwa kebijakan Amerika Serikat terus berlanjut bahwa tidak ada negara yang dapat mengubah perbatasan negara lain dengan paksa.
 
Namun, pernyataan itu tidak menjelaskan bagaimana konteks tersebut sesuai dengan pengakuan kepemilikan Israel atas Golan. Hal itu seakan menunjukkan standar ganda yang digunakan oleh Amerika Serikat.
 
The Guardian memuat, pernyataan itu sebenarnya pertama kali dikeluarkan pada 26 Maret dan Departemen Luar Negeri Amerika Serikat masih mengeluarkannya sebagai jawaban atas semua pertanyaan tentang dasar-dasar pengakuan Trump atas aneksasi Golan oleh Israel.
 
Para ahli hukum internasional menilai, pernyataan itu menggarisbawahi ilegalitas aneksasi Krimea oleh Rusia, tetapi tidak ada upaya hukum untuk menerima aneksasi Dataran Tinggi Golan oleh Israel.
 
"Hukum internasional jelas, tidak ada hak untuk mencaplok wilayah dari negara lain secara paksa, baik dalam perang yang agresif maupun defensif," kata profesor hukum internasional di Universitas Yale, Oona Hathaway.
 
"Perbedaan yang ditarik oleh departemen luar negeri benar-benar salah dan sepenuhnya bertentangan dengan hukum internasional yang sudah lama ada," kata Hathaway.
 
"Argumen yang dibuat pemerintah untuk membenarkan aneksasi itu keterlaluan dan berpotensi mengganggu kestabilan tatanan internasional pascaperang," tandasnya. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA