"Hari ini saya mengumumkan mengundurkan diri sebagai Perdana Menteri Papua Nugini," kata O'Neill seperti dilansir
Reuters, Minggu (26/5).
Sejalan dengan pengumuman tersebut, ia kemudian menyerahkan jabatannya kepada mantan perdana menteri era 1980-1982 dan 1994-1997, Julius Chan.
O'Neill mengaku jika selama ini telah melihat adanya upaya kelompok partai penguasa untuk menjatuhkannya. Beberapa hal yang menjadi pertimbangan lawan untuk menjatuhkannya adalah ketidakstabilan politik yang saat ini terjadi di negara Pasifik Selatan.
Berbagai keluhan, termasuk kritikan yang dilontarkan para kritikus terkait kesepakatan gas dengan perusahaan Total yang dinilai tak berdampak signifikan bagi rakyat, pun menjadi hal yang tak terelakkan dan ikut mewarnai keinginan menggulingkan O'Neill.
Bahkan keluhan-keluhan tersebut menimbulkan mosi tidak percaya masyarakat kepada pemerintahan O'Neill.
O'Neill sempat melawan dan menolak untuk mundur. Namun lawan-lawannya berujar bahwa mereka telah cukup mengumpulkan dukungan di parlemen untuk menggulingkannya.
Di sisi lain, ia berujar pergantian kepemimpinan tersebut dipercayai bisa melanjutkan agenda reformasi yang sebelumnya sudah disampaikan.
Seperti diketahui, keretakan koalisi penguasa sudah berlangsung berminggu-minggu. Setidaknya sembilan anggota telah membelot. Lawan O'Neill pun harus mengumpulkan dukungan sedikitnya 62 anggota parlemen dari 111 kursi PNG untuk memilihnya.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.