Manila menggambarkan seruan itu sebagai bentuk campur tangan dalam urusan negara.
Penolakan itu dikeluarkan setelah pada Jumat (7/6), pakar hak asasi manusia meminta Dewan Hak Asasi Manusia PBB untuk melihat jumlah kematian yang tidak sah dan pembunuhan polisi dalam konteks "perang melawan narkoba" ala Presiden Filipina Rodrigo Duterte.
Duterte sendiri diketahui telah mengawasi penumpasan narkotika di mana polisi telah membunuh lebih dari 5.300 tersangka pengedar dan pengguna narkoba sejak dia terpilih tiga tahun lalu.
"Panggilan terakhir oleh 11 pelapor khusus Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk penyelidikan internasional Filipina tidak hanya ditantang secara intelektual tetapi juga campur tangan yang keterlaluan terhadap kedaulatan Filipina," kata juru bicara Duterte Salvador Panelo dalam sebuah pernyataan (Sabtu, 8/6).
Dia menuduh para ahli PBB menjajakan pengulangan fakta yang bias, salah dan dipalsukan.
"Mereka yang berbicara menentang kampanye obat-obatan terlarang dan catatan hak asasi manusia presiden ini telah sangat ditolak oleh pemilih Filipina," sambungnya, seperti dimuat
Channel News Asia.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: