Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Mengenal Lebih Dekat RUU Ekstradisi Kontroversial Hong Kong

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/amelia-fitriani-1'>AMELIA FITRIANI</a>
LAPORAN: AMELIA FITRIANI
  • Selasa, 11 Juni 2019, 23:27 WIB
Mengenal Lebih Dekat RUU Ekstradisi Kontroversial Hong Kong
Aksi unjuk rasa di Hong Kong menentang ekstradisi/Net
rmol news logo Ratusan ribu warga Hong Kong menggelar aksi unjuk rasa jalanan memprotes Rancangan Undang-undang (RUU) kontroversial terkait ekstradisi tahanan ke China pada Minggu (11/6).

Para pengunjuk rasa serta kritikus menilai, RUU itu akan merusak independensi sistem hukum Hong Kong dan membahayakan warga negara Hong Kong serta warga negara asing dengan membiarkan tersangka dikirim ke China daratan untuk diadili.

Namun, Kepala Eksekutif Hong Kong, Carrie Lam, menegaskan bahwa undang-undang tersebut diperlukan untuk memungkinkan Hong Kong menegakkan keadilan dan memenuhi kewajiban internasionalnya. Dia membantah Beijing berperan dalam RUU itu.

Untuk memahami situasi tersebut, ada baiknya untuk mengenal lebih dekat latar belakang serta bagaimana RUU tersebut dibentuk.

Mengutip Al Jazeera, pemerintah Hong Kong pertama kali mengusulkan RUU itu pada bulan Februari lalu. Usulan muncul dengan mengutip kasus pria Hong Kong Chan Tong Kai yang dicari karena dugaan pembunuhan terhadap pacarnya yang hamil saat keduanya sedang berlibur di Taiwan.

Para pejabat Hong Kong mengatakan, Chan Tong Kai tidak dapat dikirim ke Taiwan untuk diadili karena tidak ada perjanjian ekstradisi resmi antara kedua wilayah itu.

Pengaturan ekstradisi Hong Kong sendiri tertuang dalam Undang-Undang Pelanggar Asing, yang dinegosiasikan pada tahun 1997 ketika Inggris mengembalikan wilayah itu ke China. Sementara Taiwan, Makau dan China daratan tidak dimasukkan dalam perjanjian itu.

Lam menilai, UU ekstradisi yang ada memiliki celah hukum yang ekstradisi buron seperti Chan.

RUU ekstradisi yang diusulakan akan memungkinkan Kepala Eksekutif Hong Kong untuk memutuskan permintaan apa pun terkait ekstradisi.

Namun, Majelis 70-anggota atau yang disebut sebagai Legco di Hong Kong, tidak akan memiliki peran dalam proses tersebut.

Selain itu, di bawah RUU yang sama, pengadilan Hong Kong akan memiliki kesempatan untuk meninjau kembali keputusan ekstradisi apa pun, tetapi mereka tidak akan diizinkan untuk menyelidiki kualitas keadilan yang akan diterima terdakwa atau apakah mereka bersalah atas dugaan pelanggaran.

"Pengadilan akan memiliki kekuatan yang sangat kecil untuk menolak permintaan ekstradisi," kata direktur Amnesty International Hong Kong, MK Tam, seperti dimuat Al Jazeera (Selasa, 11/6).

"Ini bukan penuntutan formal sehingga Anda tidak dapat memeriksa bukti yang disajikan oleh pihak lain. Kita semua tahu bahwa jika mereka ingin menuntut seseorang, pembela hak asasi manusia atau aktivis, sebenarnya di daratan China tuduhannya bersifat politis tetapi mereka menggunakan yang lain, hukum untuk menuntut mereka, seperti penggelapan pajak, misalnya," tambahnya.

RUU itu akan mencakup 37 pelanggaran, termasuk penipuan dan kejahatan kerah putih lainnya.

Sementara itu China mengklaim tidak berperan dalam keputusan Hong Kong untuk mengubah undang-undang ekstradisi, namun mendukung langkah tersebut.

"Kami dengan tegas menentang kata-kata dan tindakan yang salah oleh pasukan asing untuk ikut campur dalam masalah legislatif Hong Kong," kata Jurubicara Kementerian Luar Negeri China Geng Shuang pada Senin (10/6). rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA