Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Mengapa Bertemu Di Vietnam: Tinjauan Aspek Intelijen Strategis

Senin, 01 Juli 2019, 21:24 WIB
Mengapa Bertemu Di Vietnam: Tinjauan Aspek Intelijen Strategis
Donald Trump dan Kim Jong Un di Vietnam/Net
SEJARAH mencatat pertemuan KTT pertama yang dilakukan oleh Korea Utara dan Amerika Serikat yang dilaksanakan di Singapura pada tanggal 12 Juni 2018 silam, merupakan suatu tanggal sejarah bagi terciptanya perdamaian di semenanjung Korea.
Selamat Menunaikan Ibadah Puasa

Hal ini dikarenakan selama ini Korea Utara menjadi negara yang sangat tertutup, namun setelah terjadi beberapa konflik terkait nuklir yang dikembangkan Korea Utara, akhirnya Korea Utara pun setuju untuk membicarakan tentang denuklirisasi pada KTT pertama.

Setelah terjadinya KTT pertama, sangat sedikit pembicaraan maupun tatap muka yang telah terjadi sejak KTT pertama di Singapura. Seperti Korea Utara membatalkan pertemuan yang direncanakan di New York pada bulan November dengan Menteri Luar Negeri AS, Mike Pompeo. Utusan khusus AS untuk Korea Utara, Stephen Biegun, bahkan belum bertemu dengan mitranya, Wakil Menteri Luar Negeri Korea Utara Choe Sun Hui, meski telah be- berapa kali berusaha.

Dengan tidak terjadinya kesepakatan denukliri- sasi pada KTT Pertama di Singapore, mengisyarat- kan akan adanya kemungkinan pertemuan selanjut- nya. Setelah beredarnya kabar akan terlaksananya KTT kedua, Vietnam dengan sangat tanggap men- girimkan surat kepada Amerika Serikat untuk men- jadi tuan rumah penyelenggara KTT kedua.

Fakta di Balik Vietnam Sebagai Tuan Rumah Pertemuan Kedua

Banyak aspek yang telah dipertimbangkan untuk menjadi tuan rumah pertemuan KTT kedua antara DPRK dan USA, termasuk sejarah negara Vietnam.

Amerika Serikat meyakini sejarah Hanoi sebagai musuh Amerika Serikat yang sekarang telah bertransisi menjadi mitra dekat Washington,  dapat menjadi refleksi dan pelajaran besar bagi Korea Utara. Keputusan mengadakan KTT kedua di Vietnam sebagian besar karena masalah kenya- manan dan keamanan.

Dan keputusan ini memperhitungkan jarak perjalanan pemimpin Korea Utara Kim Jong-un, serta jadwal Presiden AS Donald Trump untuk pertemuan puncaknya dengan Presiden Cina, Xi Jinping.

Terdapat sejarah dan perubahan, dimana sejarah Vietnam yang awalnya sebagai musuh Amerika Serikat telah beralih dan bertransformasi menjadi salah satu mitra dagang yang penting dan berhubungan secara erat di bidang politik, setelah kedua negara kembali menjalin hubungan diplomatik pada tahun 1995. Pemerintah Amerika berharap ini bisa menjadi sumber inspirasi dan refleksi yang bagus bagi Korea Utara, untuk mengikuti jejak sejarah Vietnam.

Korea Utara menganggap model sejarah Vietnam sebagai salah satu opsi yang paling memungkinkan bagi rezim untuk melakukan pembangunan ekonomi yang mengadopsi Sistem Perdagangan Bebas, dengan tetap mempertahankan sistem Pemerintahan Sosialis.

Diyakini bahwa negara Vietnam adalah negara yang paling netral dalam aspek politik terhadap Amerika dan Korea Utara, sehingga menjadikan Vietnam sebagai tuan rumah penyelenggara adalah pilihan yang sangat ideal.

Vietnam sudah terbukti sukses untuk menjadi tuan rumah penyelenggara berbagai acara, salah satunya adalah APEC (6–11 November 2017) di Da Nang dan The World Economic Forum (11–13 September 2018) di Ha Noi.

Amerika melihat Vietnam sebagai salah satu cara untuk mengimbangi pengaruh China, karena hubungan China dan Korea Utara sangat dekat dan juga penyumbang terbesar bagi Korea Utara, dan Amerika telah terlibat perang dagang dengan China sehingga menjadikan Vietnam sebagai tempat yang sangat bagus bagi Amerika untuk menjadikan Vietnam sebagai deterrent menghadapi China.

Fakta Amerika dan Korea Utara Menjelang KTT Kedua di Vietnam

Sepekan sebelum dimulainya KTT kedua di Vietnam, Presiden Amerika Serikat Donald Trump melontarkan pernyataan soal nuklir, bahwa Amerika tidak terburu buru untuk melakukan denuklirisasi secara penuh.

Pada KTT pertama yang diselenggarakan di Singapura, Kim berjanji untuk meghapus program senjata nuklir yang dikembangkan nega- ranya. Korea Utara ingin Amerika Serikat dan negara lain mulai mengurangi sanksi ekonomi terhadap negaranya.

Dengan adanya fakta pemilihan presiden Amerika pada tahun 2020 mendatang. Dimana ditakutkan bahwa pada tahun yang akan datang sistem Senjata nuklir yang dikembangkan Korea Utara sudah dapat menjangkau Amerika Serikat, maka Pemerintahan Trump secara aktif berusaha agar KTT kedua ini dapat segera dilakukan.

Hingga tanggal 26 Pebruari 2019 Presiden Amerika Serikat belum mengumumkan secara resmi kapan jadwal kedatangannya di Vietnam, ini sangat bertolak belakang dengan Presiden Korea Utara yang sudah menyebar informasi tentang kedatanganya dan transportasi apa yang akan digunakan untuk menuju Hanoi, Vietnam.

Analisis

Vietnam telah menjadi salah satu bintang dalam sejarah karena sudah menjadi tuan rumah bagi Pertemuan Tingkat Tinggi antara DPRK dan USA. Diperkirakan Vietnam menggunakan kesempatan ini untuk menaikkan citra dan eksistensi Vietnam di mata dunia sehingga akan banyak terciptanya hubungan bilateral dengan berbagai negara.

Dapat dinilai Vietnam sangat cerdik memanfaatkan situasi KTT kedua, dimana di tengah kesibukan Vietnam dalam mempersiapkan persiapan KTT kedua di Vietnam, Sekjen PKV dan Presiden Vietnam Nguyen Phu Trong tetap dapat melakukan hubungan bilateral dengan Presiden Argentina dan terbarunya dengan pemimpin di Laos dan Kamboja.

Pertimbangan lain dengan dipilihnya Vietnam adalah karena secara geografi Ha Noi bisa ditempuh melalui perjalanat darat, sehingga hal ini bisa memberikan rasa nyaman kepada Presiden Kim Jong Un yang beberapa kali diisukan mendapatkan ancaman percobaan pembunuhan.

Bertemunya DPRK dan USA di Vietnam akan meningkatkan hubungan bilateral bagi Vietnam, yang di perkirakan akan mening- katkan perekonomian Vietnam dengan kedua negara tersebut.

Diyakini bahwa tidak hanya citra dan eksistensi Vietnam saja yang menin- gkat, melainkan juga eksistensi bagi presiden Amerika Serikat, Donald Trump, yang tentunya akan membantu dirinya untuk pemilihan presiden selanjutnya.

Mengapa baru di era pemerintahan Donald Trump, Amerika baru mampu mengadakan pertemuan KTT dengan Korea Utara.

Terindikasi adanya bantuan dari Amerika untuk membantu Korea Utara secara finansial maupun logistik, demi keuntungan pribadi Trump untuk meningkatkan eksistensinya pada pemilihan presiden Amerika berikutnya pada tahun 2020, sehingga dengan terciptanya KTT kedua ini akan menaikan eksistensi Donald Trump sebagai Presiden pertama yang mampu merundingkan permasalahan senjata nuklir yang dimiliki Korea Utara.

Dapat diprediksi dengan kemampuan jangkauan senjata nuklir Korea Utara ke Amerika, Korea Utara merasa mempunyai nilai tawar yang lebih tinggi dibanding negara lain.

Dari dampak nuklir tersebut terciptanya ketakutan di pemerintahan Amerika, sehingga adanya kemungkinan bantuan dari Amerika Serikat untuk Korea Selatan, sehingga terjadinya KTT pertama pada tahun 2018 dengan agenda utama untuk meminta deknuklirisasi ke DPRK.

Dilihat dari Korea Utara yang sedang mengalami kesulitan finansial dan logistik sehingga Korea Utara setuju untuk melakukan KTT pertama pada tahun 2018, Pada kesempatan tersebut juga Korea Utara meminta Amerika dan sekutunya untuk mengurangi sanksi ekonomi terhadap negaranya.

Dapat diperkirakan bahwa Amerika Serikat sedang menunggu reaksi dari dunia tentang ke- hebohan Kim Jong-un Presiden Korea Utara yang menyambangi Vietnam selaku tuan rumah KTT kedua. Dapat diprediksi bahwa Amerika sedang menggunakan situasi kehebohan Kim Jong-un untuk meminimalisir kedatangannya, sehingga resiko dan ancaman akan dirinya menjadi berkurang dikarenakan semua perhatian terletak pada presiden Korea Utara tersebut.

Diperkirakan pada KTT kedua di Vietnam pada tahun 2019 ini, Korea Utara tidak akan secara langsung melakukan deknuklirisasi secara penuh, sehingga ada kemungkinan KTT selanjutnya akan diadakan lagi.

Kesimpulan

Keberhasilan Viet Nam menjadi tuan rumah pelaksana KTT kedua 2019 merupakan keberhasilan bagi negara tersebut, dampak dari pertemuan KTT itu akan sangat berpengaruh pada iklim ekonomi dan politik di Asia Tenggara sehingga akan sangat menguntungkan bagi Vietnam pada tahun ini untuk melakukan dan ekspansi dalam menjalin hubungan kerja sama bilateral dan multilateral dengan berbagai negara.

Dengan prediksi akan meningkatnya perekonomian Vietnam pada tahun ini seluruh negara di Asia Tenggara harus mewaspadai perubahan iklim yang terjadi, karena pasti akan terkena imbas dari perubahan iklim ekonomi dan politik tersebut, begitu pula dengan Indonesia, harus segera bersiap menghadapi iklim politik dan ekonomi yang akan berubah menguntungkan Vietnam.

Vietnam merupakan salah satu mitra strategis yang perlu dimanfaatkan oleh Indonesia dalam rangka meraih kepentingan nasional secara optimal, mengingat situasi politik dan keamanan dalam negerinya yang sangat kondusif bagi peningkatan kerja sama bilateral yang saling menguntungkan.

Oleh karena itu, kedua negara perlu memperkokoh hubungan dan kerja sama bilateral melalui optimalisasi berbagai forum yang telah ada.

Indonesia dan Vietnam bersama-sama telah berperan sangat besar dalam upaya memperkuat kerja sama ASEAN dan juga berperan dalam mewu- judkan perdamaian, keamanan dan stabilitas di kawasan utamanya dalam menangani perselisihan di Laut China Selatan dan kawasan lainnya. Indonesia harus melihat peran penting Vietnam dalam memperkuat kerja sama baik dalam forum ASEAN maupun forum-forum internasional lainnya. rmol news logo article

Kolonel Inf Achmad Adipati Karnawidjaja

Perbinlu Vietnam. Naskah telat dimuat di Majalah Profesional Intel/Pam Denipeni, edisi 49, Maret 2019. Dimuat di Kantor Berita RMOL atas izin penulis.



Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA