Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

PBB: Warga Sipil Tetap Jadi Korban Kekerasan Pasca Perjanjian Damai Di Sudan Selatan

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/amelia-fitriani-1'>AMELIA FITRIANI</a>
LAPORAN: AMELIA FITRIANI
  • Kamis, 04 Juli 2019, 07:39 WIB
PBB: Warga Sipil Tetap Jadi Korban Kekerasan Pasca Perjanjian Damai Di Sudan Selatan
Ilustrasi/Al Jazeera
rmol news logo Konflik di Sudan Selatan semakin mengkhawatirkan. Betapa tidak, ratusan warga sipil kerap menjadi korban sasaran brutal pembunuhan atau pemerkosaan di negara itu meski perjanjian damai telah ditandatangani sejak tahun lalu.

Begitu bunyi peringatan yang dikeluarkan oleh Misi PBB di Sudan Selatan (UNMISS) pada hari Rabu (3/7) dalam laporan terbarunya.

Laporan itu lebih lanjut menjelaskan bahwa banyak kasus pembunuhan dan pemerkosaan terjadi di wilayah Central Equatoria sejak perjanjian itu ditandatangani pada bulan September 2018.

Dalam laporan itu, UNMISS mendokumentasikan 95 insiden terpisah dari pelanggaran yang terjadi dalam periode September 2018 hingga April 2019.

UNMISS mencatat, setidaknya 104 orang meninggal dunia dalam 30 serangan berbeda terhadap desa-desa di wilayah selatan negara itu.

Bukan hanya itu, UNMISS dalam laporanya juga mengungkapkan, ratusan wanita dewasa dan anak perempuan juga mengalami pemerkosaan dan kekerasan seksual selama periode yang sama. Bahkan, beberapa di antara mereka ada yang ditawan oleh kelompok bersenjata untuk melayani sebagai "istri".

Selain itu, 187 orang juga diketahui telah diculik, dan 35 lainnya terluka dalam serangan-serangan yang terjadi.

Akibat gelombang kekerasan itu, lebih dari 56.000 warga sipil terpaksa angkat kaki dari rumah mereka dan menjadi pengungsi di wilayah lain di Sudan Selatan sendiri.

Sementara itu 20.000 lainnya nekad melintasi perbatasan ke Uganda dan Republik Demokratik Kongo.

Konflik di Sudan Selatan itu sendiri bermula pada tahun 2013, ketika Presiden Salva Kiir menuduh mantan wakilnya dan mantan pemimpin pemberontak Riek Machar merencanakan kudeta.

Sejak saat itu, konflik ditandai dengan kekerasan etnis dan kekejaman yang menewaskan sekitar 380.000 orang dan menyebabkan sekitar empat juta orang lainnya meninggalkan rumah mereka.

Konflik terjadi antara anggota komunitas Nuer Machar dan orang-orang Dinka Kiir. Namun warga sipil Sudan Selatan kerap menjadi sasarannya.

UNMISS sendiri dalam laporan tersebut mengatakan, secara keseluruhan, ada penurunan signifikan dalam kekerasan di seluruh Sudan Selatan sejak Kiir dan Machar menandatangani kesepakatan September 2018 lalu.

"Namun, Central Equatoria telah menjadi pengecualian terhadap tren ini, khususnya di daerah sekitar Yei, di mana serangan terhadap warga sipil terus berlanjut," kata laporan itu seperti dimuat Al Jazeera.rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA