Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Bangsa Indonesia Harus Banyak Belajar Paduan Suara

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/diki-trianto-1'>DIKI TRIANTO</a>
LAPORAN: DIKI TRIANTO
  • Selasa, 09 Juli 2019, 13:46 WIB
Bangsa Indonesia Harus Banyak Belajar Paduan Suara
Paduan suara UMB juarakedua kategori B dalam ajang 56 Internationaler Chorwettbewerb 2019 di Spital An Der Draw, Austria/Ist
rmol news logo Bangsa Indonesia harus banyak belajar dari paduan suara sebagai salah satu upaya menumbuhkan toleransi dan kebhinnekaan. Dalam paduan suara, tidak ada suara yang mendominasi, tidak ada ego, belajar patuh, saling menyesuaikan gerak bersama dan menghasilkan suara yang satu, padu dan tidak sumbang.

Suara yang indah, kompak, dan memiliki power terwujud karena latihan tanpa jemu dan yang terpenting tunduk pada satu dirigen (konduktor).

Demikian ditegaskan oleh alumnus Lemhannas PPSA XXI Arissetyanto Nugroho yang juga pembina Paduan Suara Mahasiswa Universitas Mercu Buana (PSM UMB), Selasa (9/7).

Paduan suara, menurut Arissetyanto, sangat cocok sebagai wadah anak bangsa untuk penanaman kembali nilai-nilai Pancasila. Sebab, paduan suara tidak hanya sekadar menyalurkan bakat olah vokalnya, tetapi sekaligus sebagai sarana yang tepat untuk berinteraksi antara anggotanya dengan berbagai latar belakang, baik suku, agama, ras, strata sosial dan lain-lain.

“Kegiatan interaktif yang sangat mendukung terwujudnya sila Persatuan Indonesia adalah paduan suara. Dalam kegiatan ini, tidak ada yang menonjol atau pihak yang bisa menonjolkan diri. Semua anggota harus berupaya mewujudkan suara yang padu, kompak, tidak fales dan lain-lain," kata Arissetyanto dalam keterangan tertulis yang diterima redaksi.

Dalam paduan suara, suara bagus itu harus menyesuaikan diri dengan yang lain. "Kalau ada satu saja suara yang menonjol dalam paduan suara, sudah pasti akan mengurangi nilai arti dari paduan suara itu,” tegas mantan Rektor UMB ini.

Ia melanjutkan, kunci paduan suara adalah gotong royong. Jika tidak dilakukan gotong royong, maka suara yang dikeluarkan tidak akan padu. Belum lagi jika paduan suara dituntut untuk melakukan gerak dan tari.

Jika tidak mampu merawat perbedaan, menjunjung tinggi etika, menghormati satu sama lain, dan patuh kepada aba-aba dirijen, paduan suara yang solid dan kompak tidak mungkin dapat dibentuk.

“Dalam paduan suara juga berlaku musyawarah untuk mufakat.  Karena berangkat dari semangat, hobi dan menderita bersama, segala sesuatunya dibicarakan bersama sebagaimana yang terjadi pada PSM Universitas Mercu Buana," ungkapnya.

"Ketika waktu istirahat latihan, ada satu atau dua anggota yang menyanyi sendiri dan diiringi oleh pianis yang diambilkan dari mereka. Sementara yang satu bernyanyi, sisanya mendengarkan dan memberi apresiasi ketika rekannya selesai bernyanyi,” sambung Arissetyanto.

Sebagian bangsa Indonesia beberapa tahun belakangan dinilai sudah terlalu banyak nada sumbang, nada kebencian, nada permusuhan yang dinyanyikan. Jika bangsa Indonesia bersama-sama melantunkan lagu yang indah, bernyanyi dengan kompak dan baik, kata dia, tentu bukan kebencian dan perpecahan yang terjadi, tetapi persatuan.

“Sepertinya bangsa Indonesia harus banyak menyanyi. Yang kita dengar belakangan ini bukan menyanyi, tetap teriakan dan suara kebencian. Mereka perlu belajar menyanyi dalam paduan suara,” pungkasnya.

Paduan Suara UMB mengikuti kompetisi paduan suara 56 Internationaler Chorwettbewerb 2019 di Spital An Der Draw, Austria. Dalam kompetisi yang berlangsung 4-8 Juli 2019 ini, PSUMB dikonduktori Agus Juwono.

Hasilnya, PSM UMB meraih juara kedua kategori B dan juara keempat kategori A. Ajang bergengsi Grand Prix tahunan ini hanya 10 negara terpilih, diantaranya Amerika Serikat, Afsel, Rep Slowakia, Rep Czech, Spanyol, dan Jerman. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA