"Memiliki senjata api adalah hak istimewa, bukan hak," ujar Ardern seperti yang dilansir oleh
Channel News Asia. Diketahui, pengajuan RUU senjata ini adalah kedua kalinya bagi Selandia Baru. Sebelumnya, pemerintah telah memiliki UU tentang kepemilikan senjata. Namun UU tersebut dirasa masih lemah karena adanya penembakan massal di dua masjid saat salat Jumat pada 15 Maret lalu di Christchurch.
"Serangan itu mengungkap kelemahan dalam undang-undang dan kami punya kewenangan untuk memperbaikinya. Kami tidak akan menjadi permerintah jika kami tidak mengatasinya," tegas Ardern.
RUU yang akan dibacakan pertama kali pada 24 September ini akan mencakup pembuatan register untuk memantau dan melacak setiap senjata api berdasarkan hukum yang berlaku di Selandia Baru.
Nantinya, RUU ini juga memperketat aturan lain bagi para penjual senjata dan individu yang mendapatkan dan menjaga lisensi senjata api. Dalam RUU ini, perpanjangan lisensi untuk perorangan juga dikurangi dari sepuluh tahunmenjadi lima tahun.
Upaya pengendalian senjata Selandia Baru telah mendapat banyak pujian global. Terutama AS yang selalu berjuang mengatasi kekerasan senjata seperti yang terjadi di Texas dan Ohio pada bulan lalu.
Menurut survei Small Arms, saat ini diperkirakan peredaran senjata api di kalangan sipil di Selandia Baru mencapai 1,5 juta pucuk. Padahal populasi negara tersebut di bawah 5 juta jiwa. Membuat negara tersebut berada di urutan 17 dalam hal kepemilikan senjata api sipil.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: