Begitu kata Misi Bantun PBB di Afghanistan (UNAMA) dalam laporan bersama dengan kantor hak asasi manusia PBB yang dirilis pada Rabu (9/10) setelah penyelidikan empat bulan terhadap serangan udara 5 Mei lalu.
Serangan tersebut menghantam lebih dari 60 lokasi yang diidentifikasi pasukan Amerika Serikat dan Afghanistan sebagai fasilitas produksi obat-obatan di provinsi barat Farah dan Nimroz.
Dalam laporan bersama itu disebutkan bahwa setidaknya ada 30 kematian di antara 39 korban sipil.
Jumlah itu termasuk 14 anak-anak dan lima wanita yang terbunuh atau terluka dalam serangan udara tersebut. PBB menilai bahwa hal tersebut melanggar hukum humaniter internasional karena para korban adalah non-kombatan.
"UNAMA telah menilai bahwa personel yang bekerja di dalam fasilitas produksi obat tidak melakukan fungsi tempur. Karena itu mereka berhak atas perlindungan dari serangan, dan hanya bisa kehilangan perlindungan ini jika, dan untuk saat itu, karena mereka telah berpartisipasi langsung dalam permusuhan," begitu bunyi laporan tersebut.
Namun laporan tersebut dibantah oleh pasukan gabungan Amerika Serikat-Afghanistan (USFOR-A). Mereka mengklaim bahwa tidak ada korban dalam serangan tersebut.
"USFOR-A berperang di lingkungan yang kompleks melawan mereka yang dengan sengaja membunuh dan bersembunyi di belakang warga sipil, serta menggunakan klaim tidak jujur ​​mengenai korban non-kombatan sebagai senjata propaganda," kata pernyataan itu, seperti dimuat
Al Jazeera.
"USFOR-A mengambil tindakan luar biasa untuk menghindari kematian atau cedera non-kombatan," tambahnya.
Diketahui bahwa sejak akhir 2017, pasukan Amerika Serikat telah menyerang situs-situs yang diyakini digunakan untuk memproses narkoba sebagai bagian dari upaya untuk memotong dana kepada kelompok Taliban.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: