Rabu (15/10), petugas penyelamat Jepang menyatakan korban jiwa akibat Topan Hagibis naik menjadi 74 orang. Kebanyakan korban meninggal karena tenggelam, setelah badai yang membawa hujan deras ini membuat 52 sungai meluap dan membanjiri rumah-rumah.
Sementara itu, menurut
NHK yang dilansir
Reuters, 12 orang masih dinyatakan hilang dan 220 lainnya terluka setelah Topan Hagibis membabi buta di pulau terbesar Jepang, Honshu pada akhir pekan lalu.
Selain korban jiwa, badai terparah yang melanda Jepang sejak 60 tahun terakhir ini membuat banyak rumah-rumah roboh dan fasilitas umum rusak. Alhasil, Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe mengatakan pemerintah akan mengeluarkan dana 710 juta yen atau setara Rp 92 miliar (kurs: Rp 130/yen) untuk memfasilitasi bantuan bencana.
Di sisi lain, saat para lansia dan anak-anak masih berada di pusat evakuasi, orang dewasa mulai sibuk membersihkan tempat tinggal mereka. Seperti membuang perabotan yang rusak dan sampah-sampah yang terbawa arus banjir.
"Saya merasa sedih. Yang tersisa hanyalah tanah," ujar seorang petani di Date, Masao Hirayama ketika membereskan rumah dan lahan pertaniannya yang disapu banjir.
Hirayama berkisah, ia dan keluarganya diselamatkan tim penyelamat di tengah badai, saat air sudah mencapai 2 meter di dalam rumahnya. Bukan hanya Hirayama, hampir semua warga Jepang yang terdampak pun merasakan hal yang sama.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.