Sejumlah partai politik dan warga Kashmir menilai bahwa pemilu tersebut tidak demokratis, karena dilakukan di tengah boikot.
Bukan hanya itu, ratusan pemimpin partai pro-India, termasuk tiga mantan menteri utama, saat ini masih berada di dalam tahanan sejak India mencabut otonomi daerah yang disengketakan itu pada 5 Agustus lalu.
Warga dan partai-partai politik di Kashmir juga mengkritik waktu pemilihan umum yang dipaksakan. Pasalnya, wilayah itu masih berada di bawah penguncian keamanan dan pemadaman komunikasi.
Dikabarkan
Al Jazeera, total ada 26.629 kepala dewan desa yang akan memilih 310 dari 316 blok, yang terdiri dari sekelompok desa, di wilayah berpenduduk tujuh juta jiwa tersebut.
Partai-partai utama di kawasan ini seperti Konferensi Nasional, Partai Demokrasi Rakyat dan Konferensi Rakyat, dan partai-partai kecil lainnya belum mengajukan calon, karena mereka menentang pencabutan Pasal 370 yang memberikan hak khusus kepada wilayah tersebut.
Sementara itu, banyak kepala desa bergegas pindah ke akomodasi dan hotel yang disediakan pemerintah dengan membawa serta keluarga mereka. Hal itu dilakukan karena takut dari pemberontak bersenjata yang mengancam.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: