Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Tak Bai Berdarah: Resolusi Perdamaian Di Pattani Thailand

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/reni-erina-1'>RENI ERINA</a>
LAPORAN: RENI ERINA
  • Rabu, 06 November 2019, 14:53 WIB
Tak Bai Berdarah: Resolusi Perdamaian Di Pattani Thailand
Seminar 15 tahun tragedi pembantaian muslim Pattani/Net
rmol news logo Konflik senjata pada 28 April 2004 antara militer Thailand dengan masyarakat di kawasan Masjid Krue Se, Pattani, Thailand mengorbankan banyak nyawa.
Selamat Menunaikan Ibadah Puasa

"Tak Bai Berdarah" demikian orang-orang menyebut. Konflik tersebut tak berakhir begitu saja. Terus bergulir bagai mimpi buruk. Pada 25 Oktober 2004, sebanyak  85 orang meninggal, ratusan orang luka-luka, 1,370 orang ditangkap, dan puluhan orang hilang.

Sementara menurut data Deepsouthwatc (DSW), sejak awal tahun 2004 hingga September 2019,  total korban sebanyak 20.427 orang. Yang meninggal 7.045 jiwa, dan 13,197 orang mengalami luka-luka.

Isu konflik di Thailand Selatan masih menjadi pembahasan yang krusial di ASEAN. Di tengah sejumlah wilayah yang telah mulai menemukan kata damai seperti Aceh dan Mindanao, konflik di Thailand Selatan masih menjadi bara di wilayah ASEAN yang tak kunjung padam.

Namun, meski problematika HAM di Thailand Selatan masih terus menyisakan persoalan, masalah ini belum banyak mendapatkan perhatian para pemimpin, maupun menjadi sorotan media internasional.

Terkait hal inilah, Gerakan Mahasiswa Indonesia Peduli Patani (Gempita) dan Dewan Eksekutif Mahasiswa (Dema) Falkultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Syarif Hidayatullah, Jakarta mengadakan seminar nasional "Pengguatan HAM di ASEAN: 15 Tahun Tragedi Pembantaian Muslim Pattani di Takbai".

Seminar yang diselenggarakan di Aula Madya, Lantai 1, FISIP, UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, Selasa (5/11), menyusun tema "Resolusi Perdamaian di Patani (Thailand Selatan)".

Kordinator Gempita Sabri Leuriman menjelaskan, gerakan mereka telah berdiri semenjak tahun 2016.  Sejak berdiri mereka sudah beberapa kali menyelenggarakan kegiatan diskusi publik, seminar nasional, dan menyuarakan isu-isu kemanusian yang sedang terjadi di Thailand Selatan.

Resolusi merupakan jembatan perdamaian dan dapat diartikan sebagai peta jalan untuk mencegah dan menyelesaikan konflik secara terstruktur dan sistematis di wilayah itu.

"Pencegahan sejak awal konflik akan memberikan jalan untuk disiapkannya suatu jembatan perdamaian, yang dimungkinkan untuk dimulainya proses rekonsilisasi yang akan melibatkan semua pihak, baik korban konflik, maupun pelaku," ujar Sabri.

Sabri mengatakan melalui proses rekonsilisasi akan ditetapkan bersama suatu strategi jangka panjang untuk menjamin keberlanjutan perdamaian.

"Akhir dari keseluruhan rangkaian penyelesaian konflik adalah desain untuk menciptakan langkah strategis dalam mencegah konflik pada masa mendatang," tuturnya.

Wakil Ketua Dema FISIP UIN Jakarta, Adam Antoni menyampaikan seminar ini diselenggarakan sebagai aksi nyata mahasiswa FISIP mengenai isu-isu kemanusiaan.

Menurutnya, kebanyakan mahasiswa saat ini hanya sebatas retorika tanpa ada kontribusi yang nyata dalam upaya merumuskan perdamaian di kawasan ASEAN.

Narasumber seminar nasional dihadiri oleh Pizaro Ghozali Idrus (jurnalis Andolu Agency, Turki) membahas Isu HAM di Patani dalam perspektif media. Kedua, Fatia Maulidiyanti (Kepada Divisi Advokasi Internasional KontraS) membahas perspektif HAM internasional. Ketiga, Rakhmat Abril Kholis (peneliti CIDES Indonesia Bidang Hubungan Internasional School of Strategis and Global Student, Universitas Indonesia) membahas peran mahasiswa dan ormas Indonesia dalam menyesaikan konflik di Patani. Keempat, Badrus Soleh (dosen resolusi konflik internasional, UIN Jakarta) membahas resolusi perdamaian. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA