Persoalan visa suaka ini menjadi salah satu bahasan utama dalam Indonesia-Japan Consular Consultation yang ke-5 di Surabaya, Kamis (7/11) dan Jumat (8/11).
Karena, peningkatan arus manusia antara Jepang dan Indonesia tidak hanya meningkatkan peluang di antara kedua negara. Namun juga memberi tantangan, khususnya mengenai persoalan visa suaka.
Menurut Direktur Konsuler Kementerian Luar Negeri, Prasetyo Hadi, tingginya arus pertukaran manusia di antara kedua negara telah meningkatkan persoalan mengenai perlindungan Warga Negara Indonesia (WNI) pencari visa suaka ke Jepang.
"Pada 2016, jumlah pencari suaka mencapai 1.829 orang, yang berarti terjadi peningkatan dibandingkan 2015 (969 orang) dan 2014 (14 orang). Kebanyakan WNI pencari suaka tersebut adalah pemegang e-passport bebas visa dan pemagang (trainee) yang mencari suaka karena motif ekonomi dan latar belakang lainnya," ujarnya.
Lebih lanjut, ia menuturkan, para WNI pemohon suaka bahkan secara terang-terangan mengaku bahwa aplikasi visa suaka adalah untuk mencari kerja. Padahal dengan visa suaka ini, WNI kerap kali mendapatkan perlakuan yang kurang adil dari perusahaan dan agen Jepang.
Sehingga, dalam konsultasi ini, tutur Prasetyo, perlu adanya upaya preventif dari pemerintah Indonesia dan kerja sama dengan Pemerintah Jepang.
“Perlu kiranya dilakukan diseminasi informasi di Jepang maupun di Indonesia guna menjelaskan bahwa visa suaka bukanlah visa untuk bekerja agar WNI tidak terperdaya,†tambahnya.
Selain Prasetyo, Direktur Jenderal Protokol dan Konsuler Kementerian Luar Negeri RI, Winanto Adi juga turut hadir dalam konsultasi tersebut. Sementara delegasi Jepang diwakili oleh Direktur Foreign Nationals’ Affairs Bureau, Mitsuru Myochin.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: