Keputusan Abdul Mahdi untuk mundur disampaikan pada hari Jumat pekan lalu setelah seruan dari ulama Muslim Syiah Irak, Ayatollah Ali al-Sistani, agar parlemen mempertimbangkan untuk menarik dukungannya bagi pemerintah Abdul Mahdi demi membendung kekerasan.
Kemudian pada Minggu (1/12), parlemen Irak menyetujui pengunduran diri tersebut.
"Parlemen Irak akan meminta presiden negara untuk mencalonkan seorang perdana menteri baru," negitu pernyataan dari kantor media parlemen Irak, seperti dimuat
Al Jazeera.
Anggota parlemen mengatakan pemerintahan Abdul Mahdi, termasuk perdana menteri sendiri, akan tetap duduk di jabatannya sementara waktu sampai pemerintah baru terpilih.
Di bawah konstitusi, Presiden Barham Salih diperkirakan akan meminta blok terbesar di parlemen untuk mencalonkan seorang perdana menteri baru untuk membentuk pemerintah.
Gelombang protes yang terjadi sejak 1 Oktober lalu diketahui telah merenggut hampir 400 jiwa. Sebagian besar dari mereka merupakan pengunjuk rasa muda dan tidak bersenjata.
Pengunduran diri Abdul Mahdi, meskipun disambut baik oleh para pengunjuk rasa, diperkirakan tidak akan mengakhiri demonstrasi. Pasalnya, tuntutan mereka adalah perombakan sistem politik yang dituduh korup dan membuat sebagian besar penduduk hidup dalam kemiskinan.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: