Mereka bahkan menuntut pemerintahan Presiden Donald Trump untuk memberikan sanksi kepada para pejabat senior China dan menerapkan larangan ekspor. Padahal saat ini China dan AS tengah menjajaki kesepakatan dagang tahap 1 untuk mengakhiri perang tarif di antara kedua negara.
Dilansir dari
Channel News Asia, Rabu (4/12), pemerintah China pun telah memberikan respons berupa penolakan keras. Sekali lagi, Jurubicara Kementerian Luar Negeri China Hua Chunying mengatakan masalah di Xinjiang adalah urusan internal China. Dan AS harus menghentikan pengesahan RUU tersebut.
Dalam RUU Uighur, Presiden AS harus mengutuk pelanggaran terhadap minoritas Muslim dan menyerukan untuk menutup kamp-kamp penahanan massal di barat laut Xinjiang.
Secara khusus, RUU tersebut bahkan menyebut Sekretaris Partai Komunis Xinjiang, Chen Quanguo sebagai anggota politbiro yang harus bertanggung jawab.
Meski RUU tersebut sudah lolos dengan suara 407 melawan 1 di DPR AS, namun masih harus direvisi dan disetujui Senat untuk nantinya dikirim ke Gedung Putih dan ditandatangani atau diveto Trump.
Hingga kini, baik pihak Gedung Putih maupun Kedutaan Besar China di Washington enggan memberi tanggapan.
Namun menurut sejumlah analis, reaksi China terhadap RUU Uighur bisa lebih kuat. Pemimpin Redaksi surat kabar Global Times mengatakan, pemerintah China mungkin akan melarang semua pemegang paspor diplomatik AS untuk memasuki Xinjiang dan melakukan pembatasan visa. Sebagai respons balik atas munculnya RUU Uighur.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: