Persetujuan itu didapatkan
melalui
voting yang digelar di DPR Amerika Serikat
yang didominasi oleh Demokrat pada Kamis (9/1).
Voting berakhir dengan hasil 224-194 untuk mendukung
resolusi tersebut.
Resoulsi ini berupaya untuk
menghentikan penggunaan Angkatan Bersenjata Amerika Serikat terhadap
Iran kecuali presiden mengantongi izin dari kongres.
Namun
resolusi ini menawarkan pengecualian apabila penggunaan Angkatan
Bersenjata diperlukan untuk mempertahankan diri dari serangan bersenjata
yang akan segera terjadi terhadap Amerika Serikat.
Dikabarkan
BBC,
resolusi itu dibuat dengan mengutip Undang-Undang Kekuatan Perang 1973,
yang memberi kongres kemampuan untuk memeriksa kekuatan presiden untuk
mengikat Amerika Serikat pada konflik bersenjata.
Namun, resolusi ini masih harus mendapat persetujuan di Senat yang dikuasai oleh Republik.
Jika
Senat mendukung resolusi tersebut, maka baik DPR maupun Senat tidak
perlu cemas menghadapi kemungkinan veto dari Trump. Pasalnya, resolusi
tersebut dikenal sebagai resolusi bersamaan yang artinya tidak
memerlukan tanda tangan presiden.
Akan tetapi pertanyaannya
adalah, apakah kongres dapat menggunakan resolusi bersamaan untuk
mengikat presiden atau tidak. Mengingat kongres diduduki oleh mayoritas
politisi dari Partai Republik di mana Trump bernaung.
Sementara
itu, Ketua DPR Nancy Pelosi sebelumnya mengatakan bahwa dia tidak
percaya Trump telah membuat Amerika Serikat lebih aman setelah serangan
pesawat tak berawak pekan lalu yang menewaskan komandan Iran Qasem
Soleimani.
Sedangkan Trump membuat cuitan di Twitter yang
mengatakan bahwa dia berharap semua anggota Partai Republik akan
memberikan suara melawan Resolusi Kekuatan Perang yang didorong oleh
Pelosi.
Dia juga membuat klaim baru tentang intelijen di balik
serangan udara itu, mengatakan kepada wartawan di Gedung Putih bahwa
Iran ingin meledakkan kedutaan besar Amerika Serikat di Irak.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.