Menariknya, ada lebih dari 7.000 kandidat yang akan memperebutkan 290 kursi di Majelis Nasional ke-11 dan lima di antaranya mewakili minoritas agama.
Partisipasi publik yang tinggi ini semakin memperlihatkan bahwa Iran bisa menghadapi kebijakan 'tekanan maksimum" dari Amerika Serikat yang berusaha untuk memecah belah negeri persia tersebut, melansir laman
presstv, Jumat (21/2)
Dikatakan oleh Menteri Luar Negeri Iran, Mohammad Javad Zarif, partisipasi tinggi dalam pemilu ini akan memperkuat diplomasi Iran untuk melawan kebijakan AS.
“Jika kita ingin memperkuat tim di [arena] kebijakan luar negeri sehingga mereka dapat lebih serius melawan sanksi, kita harus memaksa AS untuk kembali ke meja perundingan, bukan pembicaraan bilateral tetapi negosiasi bahwa AS telah pergi dan itu adalah pembicaraan P5 +1," ujar Zarif merujuk pada enam negara dalam diplomasi nuklir Iran (AS, Inggris, China, Prancis, Rusia, dan Jerman).
Menurut Zarif, dengan keberhasilan pemilu dapat menunjukkan bahwa rakyat Iran akan terus bersatu untuk membela negara dari AS.
Pemilu tahun ini sendiri menjadi pemilu pertama setelah AS di bawah kepemimpinan Presiden Donald Trump keluar dari perjanjian nuklir (JCPOA 2015) dan memberlakukan sanksi kepada Iran.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: