Jumlah pemilih pada pemilu parlemen tahun ini sekitar 40 persen, terendah dalam pemilihan parlemen sejak revolusi Islam 1979.
Di kota-kota besar, yang ikut pemilu diperkirakan hanya sekitar 20 hingga 30 persen. Hal ini tentu sangat disayangkan. Pemerintah merasa gagal karena tidak dapat meraih jumlah pemilih yang banyak.
Saeed Shariati, aktivis politik reformis, mengatakan dalam sebuah postingan di Twitter, bahwa di ibu kota, sekitar 78 persen pemilih yang memenuhi syarat tidak memberikan hak suaranya.
Hal ini juga diikuti oleh kota-kota besar lainnya di mana angka pemilih begitu rendah, seperti Isfahan, Mashhad, dan Tabriz. Dengan begitu, banyak yang memprediksi kelompok garis keras bakal meraih kemenangan.
Saeed juga menyebut Mohammad Bagher Ghalibaf, mantan walikota Teheran, diperkirakan bakal memenangkan pemilu ini sebagai pemenang utama dari 30 kandidat, melansir
FT, Minggu (23/2). Ghalibaf adalah seorang politikus konservatif Iran dan mantan perwira militer.
Jajak pendapat yang dilakukan pada Jumat kemarin adalah yang pertama sejak presiden AS Donald Trump memberlakukan sanksi keras terhadap negara itu setelah menarik diri dari kesepakatan nuklir 2015 yang ditandatangani negara-negara dunia dengan Teheran.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.