Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Hosni Mubarak Dalam Sejarah, Antara Patriot Dan Kroni Kapitalisme

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/amelia-fitriani-1'>AMELIA FITRIANI</a>
LAPORAN: AMELIA FITRIANI
  • Selasa, 25 Februari 2020, 20:15 WIB
Hosni Mubarak Dalam Sejarah, Antara Patriot Dan Kroni Kapitalisme
Hosni Mubarak/RMOL
rmol news logo Mantan penguasa Mesir, Hosni Mubarak menghembuskan napas terakhirnya pada hari ini (Selasa, 25/2). Sang mantan presiden yang pernah berkuasa selama hampir 30 tahun di Mesir itu meninggal dunia pada usianya ke 91 tahun.

Pihak keluarga menyebut, dia meninggal dunia setelah mendapatkan perawatan intensif di sebuah rumah sakit di Kairo.

Sebelumnya, sang putra, Alaa Mubarak mengatakan bahwa ayahnya telah menjadi operasi pada dua pekan lalu. Tapi tidak dijelaskan rincian operasi tersebut.

Sementara itu, adik iparnya, Jenderal Mounir Thabet, mengatakan kepada kantor berita AFP bahwa dia meninggal di rumah sakit militer Galaa di Kairo.

Meski telah tutup usia, namun nama Hosni Mubarak memiliki tempat tersendiri dalam sejarah Mesir.

Pemimpin kelahiran Kafr El Meselha, 4 Mei 1928 itu duduk di kursi nomor satu Mesir sejak tahun 1981 hingga 2011, tepatnya ketika dia mengundurkan diri dalam gelombang revolusi dan pemberontakan yang dikenal dengan istilah Arab Spring.
Sejak saat itulah, dia menghabiskan waktunya di balik jeruji besi selama beberapa tahun. Baru pada tahun 2017, Mubarak dibebaskan dari sebagian besar dakwaan yang dijeratkan pada dirinya.

Pembebasan itu mengejutkan banyak orang Mesir. Bukan hanya mereka yang senang, tapi juga mereka yang murka dengan keputusan itu.

Melihat rekam jejaknya, Mubarak diketahui bergabung dengan angkatan udara Mesir pada tahun 1949. Dia lulus sebagai pilot pada tahun berikutnya dan kemudian naik pangkat menjadi panglima angkatan udara Mesir pada tahun 1972.

Bermula dari dunia militer, dia pun kemudian ditunjuk untuk memegang jabatan politik sebagai wakil presiden Mesir pada tahun 1975 setelah pangkatnya naik di jajaran Angkatan Udara Mesir.

Namun kemudian dia menjadi presiden untuk menggantikan Presiden Anwar Sadat yang terbunuh pada 6 Oktober 1981 oleh kelompok radikal ketika meninjau parade militer.

Pada saat itu, Mubarak ada di sisi Sadat saat pembunuhan terjadi. Mubarak melarikan diri dengan cedera tangan ringan ketika orang-orang bersenjata menembaki stan peninjauan dengan peluru.

Semasa pemerintahannya, Mubarak dikenal sebagai sekutu kuat Amerika Serikat. Dia juga terkenal sebagai sosok yang keras dan tegas dalam melawan kelompok-kelompok bersenjata serta menjaga hubungan penjaga perdamaian Mesir dengan Israel.

Sikapnya yang keras pada keamanan memungkinkannya untuk mempertahankan perjanjian damai dengan Israel. Di bawah pemerintahannya, Mesir tetap menjadi sekutu utama Amerika Serikat di wilayah tersebut dan menerima 1,3 miliar dolar AS setahun dalam bantuan militer Amerika Serikat pada tahun 2011.

Mengutip Al Jazeera, selama bertahun-tahun, Mubarak mengotak-atik reformasi namun tidak juga berhasil membawa perubahan signifikan di Mesir. Dia kerap menampilkan dirinya sebagai satu-satunya perlindungan Mesir terhadap militansi dan divisi sektarian.

Namun di sisi lain, kegagalannya untuk memenuhi janji-janji perubahan semakin memperdalam keputusasaan dan kekecewaan publik. Banyak warga Mesir yang kecewa melihat Mubarak membuat langkah nyata untuk membuat suksesi dinasti dalam bentuk putranya yang pengusaha, Gamal.

Kekecewaan itu pun memuncak pada tahun 2011, tepatnya pada gelombang Arab Spring di mana terjadi protes besar-besaran pun terjadi selama 18 hari yang berujung pada pengunduran dirinya.

Selang setahun berikutnya, tepatnya pada tanggal 2 Juni 2012, Mubarak divonis pengadilan dengan hukuman penjara seumur hidup karena dianggap berkonspirasi untuk membunuh 239 demonstran selama pemberontakan 18 hari.

Namun, seiring berjalannya waktu, pengadilan banding memerintahkan pengadilan ulang dan kasus terhadap Mubarak dan pejabat seniornya dibatalkan. Mubarak pun kemudian dibebaskan pada tahun 2017.

Sejak penangkapannya pada April 2011, Mubarak menghabiskan hampir enam tahun di penjara di rumah sakit. Setelah dibebaskan, dia dibawa ke sebuah apartemen di distrik Heliopolis, Kairo.

Penggulingan Mubarak pada pemberontakan Arab Spring tahun 2011 lalu menyebabkan pemilihan bebas pertama Mesir, yang membawa Mohamed Morsi duduk di kekuasaan. Namun, kekuasaan Morsi hanya berlangsung selama satu tahun sebelum dia digulingkan dalam protes massal tahun 2013 oleh kepala pertahanan Jenderal Abdel Fattah el-Sisi, yang sekarang menjadi presiden.

Kini, sepak terjang Mubarak pun telah berhenti seiring dengan hembusan napas terakhirnya. Meski begitu, dia telah mengukir namanya dalam sejarah Mesir.

Bagi para penentanganya, Mubarak dianggap sebagai seorang kroni kapitalisme dan juga sosok peninggalan firaun zaman akhir yang dinilai tidak becus menangani permasalahan negara.

Namun bagi para pendukungnya, Mubarak adalah seorang patriot yang melayani negaranya tanpa pamrih. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA