Keputusan ini berselang beberapa hari setelah AS dan Taliban menyepakati perjanjian damai di mana negeri Paman Sam akan menarik tentaranya dari Afganistan.
"Majelis banding menganggap pantas untuk mengesahkan penyelidikan," ujar Ketua Hakim ICC di Den Haag, Piotr Hofmanski pada Kamis (5/3), dilansir
Reuters.
Pasalnya, menurut Hofmanski pada 2017, jaksa penuntut telah menemukan alasan yang masuk akal untuk meyakini ada kejahatan perang di Afganistan dan ICC sendiri memiliki yuridiksi akan hal tersebut.
Merepons ini, Menteri Luar Negeri AS Mike Pimpeo dengan cepat mengutuk keputusan ICC dengan mengatakan itu adalah tindakapn lembaga politik yang tidak bertanggung jawab yang disamarkan sebagai badan hukum.
"Jauh lebih gegabah bagi keputusan ini untuk datang hanya beberapa hari setelah AS menandatangani perjanjian perdamaian bersejarah, kesempatab terbaik untuk perdamaian dalam satu generasi," ujar Pompeo.
"Amerika Serikat akan mengambil semua tindakan yang diperlukan untuk melindungi warga negara kita dari pembangkang yang disebut pengadilan ini," lanjutnya.
Meski AS bukan anggota ICC, namun Afganistan termasuk. Kendati begitu, Afganistan selalu berpendapat setiap kejahatan perang harus dituntut secara domestik.
Sebelumnya, Jaksa Penuntut Fatou Bensouda berusaha untuk mengusut kejahatan perang yang terjadi antara 2003 hingga 2014, termasuk dugaan pembunuhan massal warga sipil oleh Taliban serta dugaan penyiksaan terhadap tahanan oleh otorias Afganistan dan pasukan AS juga CIA.
"Banyak korban kekejaman yang dilakukan dalam konteks konflik di Afghanistan akhirnya layak memiliki keadilan," kata Bensouda.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: