Semua bermula ketika Menteri Dalam Negeri, Agim Veliu mendukung presiden untuk mengumunkan pemberlakukan status darurat terkait dengan pandemik corona atau Covid-19.
Sayangnya, proposal tersebut ditolak oleh Kurti yang mengganggap status tersebut tidak dibenarkan.
Seiring dengan penolakan Kurti, ia juga langsung memecat Veliu yang membuat partai Kiga Demokratik Kosovo (LDK) mengajukan mosi tidak percaya ke parlemen. LDK sendiri merupakan bagian dari koalisi yang baru terbentuk pada Oktober 2019.
Tibalah pada hari pemungutan suara pada Rabu (25/3). Hasilnya, mayoritas 120 kursi parlemen mendukung mosi tidak percaya. Di mana hanya 29 yang mendukung Kurti.
"Dengan memecat menteri LDK tanpa konsultasi apa pun, perdana menteri mematahkan koalisi pemerintahan," kata seorang anggota LDK, Arben Gashi seperti dimuat
Reuters.
Dengan adanya perselisihan politik ini, Jerman dan Prancis meminta agar para pemimpin politik di negara Balkan itu untuk mengesampingkan perbedaan dan fokus pada upaya penanggangan penyebaran virus.
Dalam pernyataan bersamanya, Jerman dan Prancis juga mendesak LDK untuk mempertimbangkan kembali seruan mosi tidak percaya.
"Prancis dan Jerman prihatin dengan situasi politik di Kosovo pada saat kesatuan politik diperlukan untuk menghadapi krisis Covid-19," demikian bunyi pernyataan bersama tersebut.
Saat ini, Kosovo sendiri memiliki 63 kasus corona dengan satu orang meninggal dunia.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: