Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Penjelasan Logis Mengapa Infeksi Virus Corona Di AS Bisa Lebih Tinggi Daripada China

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/amelia-fitriani-1'>AMELIA FITRIANI</a>
LAPORAN: AMELIA FITRIANI
  • Jumat, 27 Maret 2020, 22:41 WIB
Penjelasan Logis Mengapa Infeksi Virus Corona Di AS Bisa Lebih Tinggi Daripada China
Ilustrasi/Net
rmol news logo Amerika Serikat menyalib Italia dan China sebagai negara dengan jumlah kasus infeksi virus corona atau Covid-19 terkonfirmasi tertinggi di dunia.

Data per hari Kamis (26/3), di Amerika Serikat, ada lebih dari 15 ribu kasus baru dalam satu hari. Hal itu menyebabkan kasus infeksi virus corona yang dikonfirmasi di negeri Paman Sam mencapai lebih dari 82 ribu. Sebagai perbandingan, China melaporkan 81.285 kasus infeksi virus corona.

Sementara itu, jumlah korban meninggal dunia akibat virus corona di Amerika Serikat mencapai 1.195 orang.

Kondisi tersebut menjadi pukulan tersendiri bagi Presiden Amerika Serikat Donald Trump yang banyak dianggap gagal bertindak cepat dan tegas untuk mencegah penyebaran virus di Amerika Serikat.

Lantas, mengapa lonjakan kasus virus corona bisa meroket begitu cepat di Amerika Serikat?

Profesor dan direktur Pusat Pembangunan Berkelanjutan di Universitas Columbia, Jeffrey Sachs dalam artikel yang dipublikasikan CNN (Jumat, 27/3), mejelaskan, ada perbedaan mendasar antara China dan Amerika Serikat soal cara penanganan wabah virus corona.

China segera mematahkan penyebaran virus corona dengan melakukan lockdown untuk pertama kali di kota Wuhan pada 23 Januari lalu.

Dampaknya adalah, kasus infeksi dengan cepat ditangani dan penularan lebih lanjut di luar kota Wuhan berhasil dicegah.

Dua bulan berselang, kini jumlah infeksi virus corona di Wuhan berkurang drastis dan bahkan tidak ada kasus infeksi lokal baru yang dilaporkan. Kasus infeksi terbaru di Wuhan berasal dari luar negeri.

Sementara Amerika Serikat, sejauh ini belum melakukan tindakan agresif untuk memutus mata rantai penyebaran virus. Bahkan Presiden Amerika Serikat Donald Trump kerap kali mengecilkan risiko penyebaran virus corona di negaranya.

Baru-baru ini, dia mengatakan bahwa dia berharap bisa meringankan pedoman untuk tinggal di rumah sebelum Paskah yang akan jatuh pada pertengahan April mendatang.

Padahal, menurut analisis rinci baru dari Institute for Health Metrics and Evaluation di University of Washington di Seattle, bahkan dengan kontrol aktif, Amerika Serikat mungkin akan menghadapi sekitar 81.000 kematian akibat virus corona pada bulan Juli mendatang.

Sachs lebih lanjut menjelaskan, penularan virus yang mulanya kemungkinan berasal dari kelelawar, lalu menular kepada manusia, adalah peristiwa yang tidak terduga. Respons terhadap peristiwa itu telah ditentukan oleh kebijakan negara.

Misalnya seperti di kota Wuhan, China. Pada 31 Desember, pemerintah Wuhan secara terbuka mengkonfirmasi bahwa mereka sedang merawat puluhan kasus wabah pneumonia baru yang misterius. Kemudian pada 7 Januari, otoritas setempat mengidentifikasi virus corona baru sebagai penyebabnya.

Di Jepang, kasus pertama diidentifikasi pada pertengahan Januari. Selang beberapa hari kemudian, Korea Selatan, Taiwan, Singapura dan Amerika Serikat juga mengkonfirmasi hal serupa.

Negara-negara di Asia Timur mulai bertindak cepat. Sebenarnya tidak begitu mengherankan, karena banyak di antara negara-negara tersebut mengalami wabah SARS 2003 dan memiliki tim kesehatan masyarakat yang siaga untuk wabah baru.

Selang lebih dari dua bulan kemudian, jumlah kasus yang dikonfirmasi telah meroket di Amerika Serikat, dengan lebih dari 250 kasus per satu juta orang.

Angka ini jauh lebih tinggi daripada China, yang memiliki sekitar 57 kasus per satu juta, Hong Kong 60 kasus per satu juta orang, Taiwan dengan 11 kasus per satu juta orang, Singapura 117 kasus per satu juta orang, Jepang 11 kasus per satu juta orang dan Korea Selatan 180 kasus per satu juta orang.

"Trump memikul tanggung jawab langsung atas ketidaksiapan Amerika dan kegagalan respons terhadap epidemi," tulis Sachs.

"Sejak Trump berkuasa, dia secara sistematis membongkar sistem kesehatan masyarakat pelindung kami. Unit pandemi di Dewan Keamanan Nasional dibongkar pada tahun 2018 di bawah pengawasannya. Trump memangkas tim kontrol epidemi CDC di 39 negara, termasuk China," sambungnya.

"Dan ketika epidemi melanda, Trump mengabaikannya, mengecilkannya, dan membuat klaim palsu berulang. Bahkan sekarang, dia menyuarakan omong kosong tentang memulai kembali ekonomi pada hari Paskah ketika para ahli kesehatan masyarakat mengatakan ancaman akan bertahan lebih lama," lanjut Sachs.

Menurut Sachs, salam hal ini Trump memang sangat bersalah, namun dia bukan satu-satunya alasan untuk situasi "suram" di Amerika Serikat dalam menghadapi pandemi virus corona.

Alasan lainnya, kata Sanch, adalah sistem perawatan kesehatan nirlaba Amerika Serikat menghasilkan uang untuk penyakit, dan bukan kesehatan. Dengan kata lain, sistem kesehatan di Amerika Serikat berfungsi untuk orang kaya, namun tidak untuk mengantisipasi dan mengendalikan patogen baru melalui pengujian, pelacakan kontak, dan karantina.

"Orang Amerika di seluruh negeri berjuang untuk tetap hidup, sementara Trump bertindak seolah-olah dia lebih berniat menyelamatkan ekonomi," tulisnya lagi.

"Kita masih bisa mencoba mengendalikan virus seperti yang dilakukan negara-negara Asia Timur dan dalam prosesnya kita akan menyelamatkan ekonomi juga. Kita perlu tindakan tegas di seluruh negara bagian dan kota. Kami menemukan kepemimpinan hari ini di gubernur, walikota, dan petugas kesehatan garis depan kami yang berani," demikian Sachs. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA