Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

China Tutupi Data Asli Pandemi Virus Corona?

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/amelia-fitriani-1'>AMELIA FITRIANI</a>
LAPORAN: AMELIA FITRIANI
  • Kamis, 02 April 2020, 22:56 WIB
China Tutupi Data Asli Pandemi Virus Corona?
Presiden China Xi Jinping kenakan masker saat virus corona mewabah/Net
rmol news logo China diduga telah menutup-nutupi wabah virus corona atau Covid-19 sejak awal kemunculannya akhir tahun lalu. Dugaan itu diungkapkan oleh sejumlah pejabat intelijen Amerika Serikat dalam laporan rahasia yang ditujukan untuk pemerintahan Presiden Amerika Serikat Donald Trump.

Bloomberg News mengutip tiga pejabat Amerika Serikat anonim yang mengungkapkan bahwa angka-angka infeksi virus corona yang dirilis oleh China adalah palsu. Namun tidak ada rincian lebih lanjut soal hal tersebut.

Namun jika kita melihat kembali ke belakang, kecurigaan soal virus corona di China telah muncul sejak awal China melaporkan skala besar wabah virus corona.

Untuk diketahui bahwa per hari Rabu (1/4), China telah melaporkan lebih dari 82.000 kasus infeksi virus corona dengan 3.300 kematian. Namun, jumlah kematian di China lebih rendah daripada Amerika Serikat, Spanyol, dan Italia.

Negeri Paman Sam dengan cepat melampaui China akhir bulan Maret lalu dengan 213.372 infeksi dan 4.475 kematian, menurut data yang dikumpulkan oleh Universitas Johns Hopkins.

Banyak pakar atau tim ahli di dunia meragukan angka di China. Salah satunya disuarakan olen oleh Ketua Asosiasi Medis Dunia yang berpusat di Perancis, Dr. Frank Ulrich Montgomery. Dia mengaku skeptis dan menilai bahwa angka di China tidak kredibel dan menduga bahwa China menyodorkan angka palsu kepada publik dunia.

Tetapi dia mengakui bahwa negara-negara lain juga bekerja dengan angka-angka yang tidak pasti karena kurangnya pengujian yang tepat.

Selain itu, seorang ahli imunologi yang memberi nasihat kepada pemerintahan Trump mengenai tanggapannya terhadap wabah virus corona itu, Deborah Birx, awal pekan ini mengatakan bahwa wabah virus corona di China merupakan hal yang serius. Namun jumlah infeksi dan korban meninggal yang muncul ke publik. lebih kecil dari yang diperkirakan siapa pun.

"Saya pikir kita mungkin kita kehilangan sejumlah besar data (dari Tiongkok) sekarang setelah apa yang kita lihat terjadi pada Italia dan melihat apa yang terjadi pada Spanyol," ujarnya seperti dimuat Deutsche Welle.

Keraguaan senada juga pernah diungkapkan oleh Wakil Presiden Amerika Serikat Mike Pence beberapa waktu lalu. Dia mengatakan bahwa China mungkin telah mengetahui tentang wabah itu sebelum mereka mempublikasikannya kepada publik.

Diketahui bahwa China melaporkan soalnya ada kasus infeksi virus baru, yang kini kita kenal dengan nama virus corona atau Covid-19, pada akhir bulan Desember 2019 lalu. Pence menduga bahwa China telah mengetahui soal virus baru itu setidaknya sebulan sebelum diumumkan ke publik, tepatnya pada bulan November 2019.

"Apa yang tampak jelas sekarang adalah bahwa jauh sebelum dunia mengetahui pada bulan Desember bahwa China sedang berurusan dengan ini, dan mungkin sebanyak sebulan lebih awal dari itu, bahwa wabah itu nyata di China," kata Pence kepada CNN.

Komentar serupa juga dilontarkan oleh Senator Republik di Kongres, Ben Sasse. Dia bahkan secara gamblang mengatakan bahwa anga-angka infeksi serta kematian yang diberikan China kepada publik dunia tidak lebih dari sekedar propaganda sampah.

"Klaim bahwa Amerika Serikat memiliki lebih banyak kematian karena virus corona daripada China adalah salah," kata Sasse dalam sebuah pernyataan.

"Tanpa mengomentari informasi rahasia, ini jelas sangat menyakitkan, Partai Komunis China telah berbohong, berbohong, dan akan terus berbohong tentang virus corona untuk melindungi rezim," tambahnya.

Sementara itu, dalam sebuah pernyataan menanggapi laporan tersebut, pimpinan Komite Urusan Luar Negeri di DPR Amerika Serikat, Michael McCaul mengatakan bahwa China bukanlah mitra yang dapat dipercaya dalam perang melawan virus corona.

"Mereka berbohong kepada dunia tentang penularan virus dari manusia ke manusia, membungkam para dokter dan jurnalis yang mencoba melaporkan kebenaran, dan sekarang tampaknya menyembunyikan jumlah orang yang terkena dampak penyakit ini secara akurat," kata McCaul.

Dia dan anggota parlemen lainnya telah meminta Departemen Luar Negeri untuk meluncurkan penyelidikan soal dugaan bahwa China menutupi fakta soal virus corona.

Hal lain yang agaknya mendukung dugaan tersebut adalah munculnya sebuah laporan pekan lalu soal adanya ribuan guci yang jumlahnya berkali-kali lipat dari jumlah yang dibutuhkan untuk menyimpan abu jenazah para pasien virus corona yang meninggal dunia dalam wabah, yang dikirim ke rumah duka di provinsi Hubei.

Outlet media Cina, Caixin, mempublikasikan foto-foto pengiriman hingga 8.500 guci yang tiba di kota Wuhan saja.

Selain itu juga banyaknya antrean pajang kerabat yang berduka di luar rumah duka juga telah meningkatkan kekhawatiran bahwa skala sebenarnya dari wabah virus corona di China belum diumumkan.

Meski demikian, Trump sendiri pada Rabu (1/4) membantah telah membaca laporan intelijen tentang wabah di China. Meski begitu, dia mengatakan kepada Gedung Putih pada briefing terbaru tentang pandemi virus corona bahwa angka-angka di China tampak sedikit dari yang seharusnya.

Sementara itu, di sisi lain, pemerintah China membantah keras laporan intelijen Amerika Serikat tersebut. Juru bicara Kementerian Luar Negeri China, Hua Chunying mengatakan negara itu terbuka dan transparan tentang luasnya wabah itu. Dia bahkan balik menuduh Amerika Serikat tengah berusaha mengalihkan kesalahan. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA