Dalam UU tersebut, pemerintah dimungkinkan untuk memantau komunikasi, mengontrol media dan media sosial, hingga melarang atau membatasi distribusi informasi yang dapat menimbulkan keresahan publik atau mengganggu keamanan nasional.
"Tujuan membuat UU ini untuk Kamboja karena sudah ada UU ini di banyak negara demokratis lainnya," ujar jurubicara Kementerian Kehakiman, Chin Malin.
"UU ini dimaksudkan untuk melindungi ketertiban umum, keamanan, kepentingan masyarakat, kehidupan, kesehatan, properti, dan lingkungan," lanjutnya seperti dimuat
Reuters.
Pada awalnya, Hun Sen sendiri termasuk ke dalam pemimpin yang skeptis atas ancaman dari virus corona.
Namun, seiring dengan meningkatnya kasus infeksi, pemerintah mulai membatasi visa masuk orang asing, menutup bar hingga kasiona.
Kendati begitu, Hun Sen mengatakan, ia memerlukan kekuatan darurat untuk membantunya membendung penyebaran virus.
Dalam pemungutan suara di Majelis Nasional yang beranggotakan 125 kursi, semua anggota yang hadir memilih untuk mengadopsi UU tentang Pemerintahan Negara dalam Keadaan Darurat.
Tetapi, dikatakan oleh Direktur Asia di Human Rights Watch, Brad Adams, UU tersebut seakan hanya sebuah alasan untuk memperkuat kewenangan pemerintah.
"Pemerintah Kamboja menggunakan pandemik Covid-19 sebagai alasan untuk menegaskan kekuasaan absolut atas semua aspek kehidupan sipil, politik, sosial, dan ekonomi. Semua tanpa batas waktu atau pemeriksaan pada penyalahgunaan kekuasaan," kata Adams dalam sebuah pernyataan.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: