Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Belum Terbukti Manjur Sembuhkan Covid-19, Avigan Sudah Buat China Dan Jepang Berselisih

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/sarah-meiliana-gunawan-1'>SARAH MEILIANA GUNAWAN</a>
LAPORAN: SARAH MEILIANA GUNAWAN
  • Kamis, 16 April 2020, 18:18 WIB
Belum Terbukti Manjur Sembuhkan Covid-19, Avigan Sudah Buat China Dan Jepang Berselisih
Favipiravir/Net
rmol news logo Pandemik virus corona baru (Covid-19) tidak hanya menimbulkan masalah kesehatan, namun juga politik. Seperti halnya yang tengah terjadi antara Jepang dan China yang memperebutkan pasar untuk obat yang disebut dengan favipiravir.

Favipiravir atau yang dikenal dengan nama Avigan adalah obat antivirus yang dikembangkan oleh perusahaan farmasi Jepang, Toyama Chemical yang merupakan anak perusahaan Fujifilm.

Meski belum terbukti efektif dan manjur mengobati pasien Covid-19, serta berbahaya jika dikonsumsi wanita hamil, namun favipiravir nyatanya sudah jadi rebutan oleh Jepang dan China, seperti yang dimuat Wall Street Journal. Seakan menjadi investasi paling menjanjikan di tengah kacaunya pandemik yang melanda dunia saat ini.

Hingga saat ini, belum ada satu obat pun yang dinyatakan bisa ampuh menyembuhkan Covid-19 tanpa efek samping. Tetapi, melangkahi para ahli kesehatan, beberapa pemimpin dunia mengemukakan beberapa obat untuk Covid-19.

Misalnya Presiden Amerika Serikat Donald Trump yang gencar menyatakan obat anti malaria, hydroxychloroquine, sebagai obat potensial untuk Covid-19. Padahal, para ahli kesehatan mengingatkan masih memerlukan pengujian lebih lanjut mengenai hal tersebut.

Selain Trump, Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe dan para pejabat China juga dengan bangga melaporkan keberhasilan favipiravir untuk mengobati Covid-19.

"Rencana saya adalah memperluas penggunaan (Avigan) sebanyak mungkin untuk setiap pasien yang menginginkannya," ujar Abe dalam sebuah konferensi pers pada 7 April.

"Kami sebenarnya telah menerima permintaan dari lebih 30 negara untuk Avigan. Pada malam yang sama, saya pergi ke NHK dan menyebut obat itu 'peluru perak'," lanjutnya.

Dalam perbincangan melalui telepon pada 25 Maret antara Abe dan Trump, pejabat Jepang mengatakan AS sudah menunjukkan minat untuk mendapatkan favipiravir guna diuji coba di tiga lokasi di Massachussets.

Namun, persoalan kemudian muncul. Fujifilm yang menemukan Avigan sejak dua dekade lalu ternyata sudah kehabisan patennya pada tahun lalu.

Kesempatan ini kemudian dilihat oleh China sebagai peluang besar untuk mendapatkan hak tersebut dan meraup keuntungan di tengah pandemik.

Dalam konferensi pers bulan lalu, seorang pejabat dari Kementerian Sains dan Teknologi China, Zhang Xinmin, mengatakan favipiravir adalah bagian dari solusi China untuk pandemik. Ia juga mengatakan, China telah menyediakan obat-obat inti untuk menyembuhkan Covid-19, termasuk favipiravir ke negara lain.

"China bertujuan untuk memiliki obat spesifik pertama untuk Covid-19. Ini adalah sebuah perlombaan, dan fakta bahwa Wuhan adalah pusat gempa pertama menjadikannya suatu keharusan bagi China untuk memenangkan perlombaan," ujar seorang dokter di rumah sakit Beijing yang terlibat dalam uji coba favipiravir.

Jepang sendiri mengizinkan Avigan sebagai obat flu pada 2024 sebagai cadangan ketika obat lain tidak bekerja. Itu karena Avigan berpotensi menyebabkan cacat lahir, jika berdasarkan uji coba pada hewan.

Selain itu, meski Fujifilm mengaku telah menguji Avigan kepada ribuan pasien di seluruh dunia, tidak ada jurnal ilmiah mengenai hal tersebut.

Kendati begitu, pemerintahan Abe ternyata sudah mengalokasikan dana sebesar 130 juta dolar AS untuk memproduksi Avigan tiga kali lipat dari biasa untuk merawat dua juta pasien Covid-19 di Jepang.

Pada Rabu (15/4), Fujifilm juga mengatakan sedang meningkatkan produksi untuk memenuhi permintaan domestik dan luar negeri. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA