Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

India Bantah Laporan USCIRF Yang Sebut Gagal Tegakkan Hak Beragama Warganya

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/reni-erina-1'>RENI ERINA</a>
LAPORAN: RENI ERINA
  • Kamis, 30 April 2020, 13:48 WIB
India Bantah Laporan USCIRF Yang Sebut Gagal Tegakkan Hak Beragama Warganya
Ilustrasi kerusuhan di India/Net
rmol news logo India secara tegas menolak temuan-temuan dalam laporan tahunan Komisi Kebebasan Beragama Internasional (USCIRF) yang menyebut India pantas dmasukkan dalam daftar negara yang gagal menegakkan hak beragama warganya.

Pemerintahan Modi yang sejak awal kritis terhadap USCIRF mengecam laporan tersebut.

"Komentar yang bias dan tendensius terhadap India bukan hal baru," kata Juru bicara Kementerian Luar Negeri Anurag Srivastava.

Gambaran keliru itu disebut sudah mencapai level buruk.

"Kami menganggap organisasi ini sebagai 'organisasi yang mengkhawatirkan' dan akan memperlakukan mereka secara sepadan." kata Srivastava, seperti dikutip AFP, Rabu (29/4).

USCIRF mengeluarkan laporan tahunannya kepada Kementerian Luar Negeri AS dan meminta kementerian itu memasukkan India sebagai negara yang perlu mendapat perhatian soal kebebasan beragama.

Dalam laporan disebutkan bahwa ada penurunan secara signifikan di India dalam hal kebebasan beragama pada 2019. Hal ini merujuk pada minoritas Muslim India yang berada di bawah serangan yang terus-menerus terjadi.

Termasuk juga menyoroti keputusan Presiden India Narendra Modi yang menerapkan Undang-Undang Kewarganegaraan yang kontroversial. UU ini memberi keleluasaan bagi imigran non-Muslim dari negara seperti Afghanistan, Bangladesh, dan Pakistan, untuk menjadi warga negara India.

"Pada 2019, kondisi kebebasan beragama di India mengalami penurunan drastis, dengan minoritas agama di bawah serangan yang meningkat," kata laporan itu, seperti dikutip dari AFP, Rabu (29/4).

Ini berarti agar AS memberlakukan tindakan hukuman, termasuk larangan visa pada pejabat India yang mestinya bertanggung jawab akan adanya provokasi dan ujaran kebencian. Komisi itu mengatakan bahwa pemerintah nasionalis Hindu Modi membiarkan terjadinya kekerasan terhadap minoritas dan rumah ibadah mereka, termasuk juga terlibat di dalamnya tanpa meredam hasutan untuk melakukan kekerasan.

Tony Perkins, Direktur USCIRF, yang merupakan politisi konservatif dari Partai Republik, menyebut UU Kewarganegaraan India sebagai "titik balik," merujuk pada negara bagian Assam, di mana sebanyak 1,9 juta warga muslim tidak mampu menunjukkan akta kelahiran sebelum tahun 1971, ketika kaum muslim dari Bangladesh melarikan diri dari perang kemerdekaan.

"Niat pemerintah India adalah menciptakan situasi serupa di seluruh negeri," katanya, seperti dikutip AFP. UU tersebut menurutnya "berpotensi merenggut kewarganegaraan dari 100 juta penduduk atas alasan agama. Hal ini jelas merupakan isu internasional."

Untuk pertama kalinya sejak beberapa tahun terakhir, pemerintah India mendapat kritik tajam dari Kongres Amerika Serikat perihal kebijakannya terhadap minoritas muslim.

Dalam catatan Komisi, ada sembilan 'negara yang memiliki perhatian khusus' pada kebebasan beragama, di antaranya China, Eritrea, Iran, Myanmar, Korea Utara, Pakistan, Arab Saudi, Tajikistan dan Turkmenistan. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA