Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

COVID-19

Dampak Lockdown, 122 Juta Orang Jadi Pengangguran Baru Di India

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/amelia-fitriani-1'>AMELIA FITRIANI</a>
LAPORAN: AMELIA FITRIANI
  • Rabu, 06 Mei 2020, 23:23 WIB
Dampak Lockdown, 122 Juta Orang Jadi Pengangguran Baru Di India
Seorang warga di India mengenakan masker sambil menggendong anak di tengah lockdown yang diberlakukan oleh pemerintah India untuk mengerem penularan virus corona atau Covid-19/BBC
rmol news logo Penguncian nasional alias lockdown yang diberlakukan oleh India sejak bulan lalu sebagai salah satu upaya mengerem penularan virus corona atau Covid-19, memiliki dampak yang tidak main-main.

Data terbaru yang dirilis oleh lembaga penelitian swasta, Pusat Pemantauan Ekonomi India (CMIE), menunjukkan, sekitar 122 juta orang di India kehilangan pekerjaan selama bulan April kemarin, sebagai imbas dari lockdown yang dilakukan.

Dari 122 juta orang yang kehilangan pekerjaan, 91,3 juta di antaranya adalah pedagang kecil dan buruh. Sementara itu 17,8 juta lainnya adalah pekerja swasta dan 18,2 juta sisanya adalah wirawasta.

Dengan demikian, tingkat pengangguran India sekarang mencapai rekor tertinggi, yakni 27,1 persen secara nasional.

Data terbaru itu menunjukkan angka pengangguran India lebih tinggi empat kali lipat daripada Amerika Serikat.

Meski begitu, pemerintah India belum merilis data resmi mengenai masalah pengangguran selama masa lockdown.

Untuk diketahui, India telah memberlakukan lockdown sejak 25 Maret lalu untuk memperlambat penularan virus corona. Namun kondisi tersebut, di sisi lain, memicu terjadinya PHK massal atau kehilangan pekerjaan.

Pasalnya, lockdown menyebabkan sejumlah besar kegiatan ekonomi, kecuali layanan penting seperti rumah sakit, apotek dan persediaan makanan, dibatasi atau bahkan dilarang beroperasi.

Kondisi tersebut juga menyebabkan banyak pekerja informal tidak lagi memiliki sumber pemasukan.

Namun ketidakpastian ekonomi juga menyebabkan pekerja di sektor formal juga terkena dampak. Sejumlah perusahaan di berbagai sektor, seperti penerbangan, ritel, perhotelan dan industri otomotif, terpaksa melakukan PHK besar-besaran dalam beberapa pekan terakhir.

Para ahli juga memperkirakan bahwa banyak bisnis kecil dan menengah cenderung menutup toko sama sekali dan berpotensi gulung tikar.

Di sisi lain, sektor pertanian yang merupakan andalan ekonomi India justru melawan tren. Sektor ini melihat peningkatan jumlah pekerja di bulan Maret dan April.

Ini bukan hal yang aneh karena, menurut CMIE, banyak penerima upah harian kembali bertani pada saat krisis.

Tetapi para ahli memperingatkan, biaya ekonomi dari lockdown akan semakin tinggi di masa mendatang.

"Sangat penting bahwa India menimbang biaya ekonomi dari lockdown pada rakyatnya," kata CEO CMIE, Mahesh Vyas, seperti dimuat BBC.

Pemerintah India sendiri telah mulai meringankan pembatasan di beberapa zona atau daerah yang melaporkan jumlah infeksi yang lebih rendah, sementara jam malam yang ketat masih diberlakukan di wilayah dengan kasus positif Covid-19 yang lebih tinggi.

"Zonasi adalah titik awal yang baik tetapi, tidak bisa membantu terlalu lama," kata Vyas.

"Daerah tidak dapat bekerja di silo. Orang, barang dan jasa membutuhkan mobilitas. Rantai pasokan harus mulai bekerja sebelum bisnis kehabisan keuangan," tambahnya.

Lockdown di India sendiri dijadwalkan berakhir pada 17 Mei. Namun belum jelas apakah ada kemungkinan untuk diperpanjang atau tidak. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA