Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Perdana Menteri Irak Yang Baru, Penah Jadi Jurnalis Dan Kepala Intelijen

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/reni-erina-1'>RENI ERINA</a>
LAPORAN: RENI ERINA
  • Jumat, 08 Mei 2020, 06:46 WIB
Perdana Menteri Irak Yang Baru, Penah Jadi Jurnalis Dan Kepala Intelijen
PM Irak yang baru, Mustafa al-Kadhimi/Net
rmol news logo Parlemen Irak baru saja mengangkat Perdana Menteri baru, Mustafa al-Kadhimi, setelah hampir enam bulan lamanya  terjadi pertengkaran politik di negara itu.

Al-Kadhimi berhasil mendapatkan dukungan mayoritas dari anggota parlemen Irak. Namun, saat ini al-Kadhimi harus memulai pemerintahan dengan kabinet yang belum lengkap karena sejumlah kandidat menteri yang diajukannya ditolak. Baru 15 menteri yang disetujui dari 22 kursi menteri.

Kadhimi sendiri terpilih setelah perdana menteri sebelumnya Adel Abdul Mahdi dipaksa mundur pada Februari lalu setelah meletusnya protes besar di Irak yang mengakibatkan beberapa orang meninggal.

Dua calon sebelumnya untuk peran perdana menteri, Mohammed Tawfiq Allawi dan Adnan al-Zurfi,  gagal mendapatkan dukungan yang cukup di antara para menteri kabinet. Hal ini menyebabkan Presiden Barham Salih menunjuk al-Kadhimi sebagai perdana menteri yang ditunjuk bulan lalu sebagai kandidat ketiga untuk membentuk kabinet, di tengah-tengah latar belakang protes anti-pemerintah, seperti dikutip dari Al Jazeera, Kamis (7/5).

Protes dimulai pada Oktober 2019 setelah ribuan warga Irak turun ke jalan dan menyerukan perombakan apa yang mereka katakan adalah elit yang berkuasa secara politik dan korup di negara itu. Tanggapan-tanggapan keras oleh pasukan keamanan pemerintah, yang menewaskan ratusan pemrotes, memaksa Perdana Menteri Adel Abdul Mahdi untuk mengundurkan diri, meskipun ia tetap dalam peran sementara sampai Allawi diangkat pada awal Februari.

Sebelum sesi pemungutan suara di kabinet baru pada hari Rabu, al-Kadhimi mengatakan pemerintahnya akan menjadi 'berbasis solusi, bukan pemerintah krisis'. Dia menjanjikan pemilihan awal dan menolak penggunaan Irak sebagai medan pertempuran oleh negara lain.

Al-Kadhimi, kelahiran Baghdad pada 1967. Ia  pernah menjabat sebagai kepala intelijen Irak dan juga pernah berkecimpung sebagai seorang jurnalis. Ia juga sempat meninggalkan Irak dan menyeberang ke Iran pada 1985, lalu berpindah ke Jerman dan Inggris.

Ia sempat menjadi incaran diktator Saddam Hussein karena kerap menentang dan mengkritisi kebijakannya.  

Setelah Amerika Serikat melakukan infansi ke Irak pada 2003, al-Kadhimi kembali ke negara asalnya. Ia mendirikan Iraqi Media Network serta mendirikan Iraq Memory Foundation, sebuah organisasi yang menguliti kejahatan rezim Saddam Hussein.

Ia juga sempat memangku jabatan sebagai Editor in Chief majalah kondang Irak, Newsweek selama tiga tahun. Kecintaannya pada dunia jurnalistik dan kebenciannya pada rezim Saddam ini yang membuat tulisannya banyak menghiasi media-media Amerika Serikat. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA