Pada Senin (18/5), China mengumumkan tarif sebesar 80,5 persen untuk gandum Australia dengan alasan subsidi dan dumping pemerintahan Perdana Menteri Scott Morrison dianggap telah merusak industri dalam negeri.
Pemberlakuan tarif tersebut akan jatuh tempo selama lima tahun terakhir. Namun, peluang terjadinya perang dagang antara kedua negara memiliki kemungkinan yang kecil karena Australia tidak akan memberikan tanggapan balasan terhadap China.
Menurut Kementerian Perdagangan China, tarif anti-dumping sebesar 73,6 persen dan tarif anti-subsidi sebesar 6,9 persen untuk impor, gandum Australia akan berlaku Selasa (19/5).
Menanggapi pengumuman tarif dari China, Menteri Pertanian Australia, David Littleproud mengaku kecewa. Namun, pihaknya akan dengan tenang mengatasi masalah tersebut dengan membawanya ke Organisasi Perdagangan Dunia (WTO).
"Untuk mengatakan bahwa saya kecewa adalah pernyataan yang meremehkan. Ini adalah sesuatu yang akan kami tolak dengan kuat, dengan anggapan bahwa petani gandum Australia disubsidi," ungkap Littleproud.
"Kami sekarang akan menindaklanjuti keputusan oleh pejabat China, dengan tenang, dan berhak untuk pergi ke Organisasi Perdagangan Dunia guna mendapatkan penilaian independen untuk membuat keputusan itu," tekannya seperti dimuat
CNA.
China menyumbang lebih dari 50 persen ekspor gandum Australia, menjadikannya pasar gandum terbesar di negara itu.
Keputusan China hanya berselang beberapa hari setelah Beijing menghentikan impor dari empat produsen daging sapi utama Australia. Keputusan itu dilakukan di tengah meningkatnya ketegangan kedua negara akibat pandemik Covid-19.
Australia dengan seruannya meminta agar diadakan penyelidikan internasional secara independen mengenai asal muasal virus corona baru yang membuat China geram dan mengancam akan memblokir pasar.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: