Sejauh ini, angka kasus di negara itu mencapai 9.216 orang yang terinfeksi, dengan kematian mencapai 205 orang per Jumat (22/5).
Jumlah kasus terbanyak ada di Kabul, sebuah kota berpenduduk enam juta orang yang dikurung dengan intensitas yang bervariasi sejak 28 Maret.
Salah seorang warga mengakui pemberlakuan karantina yang berlangsung selama dua bulan telah membuat mereka kesusahan karena sulit mencari uang dan makanan.
"Hampir dua bulan warga Afghanistan dikarantina dan tentu saja semua orang telah menderita banyak selama periode ini," ujarnya, seperti dikutip dari
Reuters, Sabtu (22/5).
Harga-harga di pasar telah melonjak selama kuncian, ia menambahkan.
Pasar Kabul sangat sesak. Banyak orang yang tidak menggunakan masker dan sarung tangan. Mereka pun mengabaikan aturan jarak aman.
Kebanyakan orang-orang di sana menyadari aturan-aturan yang ditetapkan pemerintah. Namun, mereka juga menyadari bahaya kelaparan kalau mereka terus-terusan diam di rumah.
Begitu pemerintah memberikan relaksasi karantina jelang Idul Fitri, mereka langsung menyambutnya dengan melupakan pedoman menjaga jarak. Padahal, pemerintah telah mengingatkan bahwa relaksasi yang diberikan bukan untuk membuat mereka berlaku bebas dan melupakan pedoman kesehatan.
Mereka berburu baju, kue kering, dan perlengkapan kebutuhan Lebaran. Para pedagang pun memanfaatkan momen itu dengan menggelar lapak mereka tanpa mengingatkan para pembeli untuk tetap mengatur jarak.
Idul Fitri di Afganistan berlangsung pada hari Minggu, menandai berakhirnya Ramadhan.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.