Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Gagal Manfaatkan Peluang, Diplomasi Virus Corona China Telah Hancur

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/sarah-meiliana-gunawan-1'>SARAH MEILIANA GUNAWAN</a>
LAPORAN: SARAH MEILIANA GUNAWAN
  • Kamis, 28 Mei 2020, 10:56 WIB
Gagal Manfaatkan Peluang, Diplomasi Virus Corona China Telah Hancur
Presiden China, Xi Jinping mengenakan masker/Net
rmol news logo China telah menghancurkan kesempatan untuk bisa tampil sebagai pemimpin di tengah krisis pandemik Covid-19. Bahkan sebaliknya, China justru meruntuhkan hubungan yang telah dibangun dengan susah payah.

Begitu kiranya yang disampaikan oleh Rosalind Mathieson dalam sebuah artikel bertajuk "China Blew a Chance at Global Leadership Responding to Covid-19".

Dirilis oleh Bloomberg pada Kamis (21/5), Mathieson menjabarkan bagaimana China gagal untuk menampilkan sosok seorang pemimpin yang gagah perkasa nan peduli.

Misalnya pada pertengahan April, ketika China dan Prancis terlibat dalam perselisihan.

China yang simpati dengan lonjakan kematian Covid-19 di Prancis berusaha untuk menawarkan dukungan. Namun, pejabat Prancis kemudian menyalahkan China yang tidak mampu menangani wabah sehingga akhirnya virus mematikan yang berasal dari Wuhan tersebut menyebar ke seluruh dunia.

Geram, Kedutaan Besar China kemudian memantik api permusuhan dengan mengkritisi Prancis terkait dnegan banyaknya korban di panti jompo.

Prancis kemudian memanggil Dutabesar China dan meminta ganti rugi. Beijing menolak mundur. Alih-alih berusaha memahami kondisi Prancis, China mempertaruhkan hubungan kedua negara. Perselisihan keduanya pun membawa nama Taiwan, di mana Prancis diketahui menyediakan peralatan fregat ke pulau tersebut.

Insiden tersebut bukan hanya terjadi dengan Prancis, namun juga antara China dengan negara-negara lain. Terutama dan paling pasti adalah Amerika Serikat.

Ketika virus corona baru menjalar ke seluruh penjuru dunia, China sebenarnya memiliki kesempatan untuk tampil sebagai "penolong". Para tenaga medis China memiliki pengalaman dan keahlian untuk menangani Covid-19. China juga memiliki peralatan penunjang yang ia produksi selama wabah.

Peluang untuk China juga diperbesar dengan AS yang tampaknya tidak mampu berdiri sebagai pemimpin dunia. AS terlalu disibukkan dengan wabah di dalam negeri.

"Namun sebaliknya, negara itu (China) tertatih-tatih dan melakukan kesalahan tanpa daya," tulis Mathieson.

"Alih-alih, kedua negara (China dan AS) telah jatuh ke dalam dinamika aneh terlibat dalam diplomasi rapuh yang bertujuan tidak begitu banyak pada satu sama lain tetapi pada audiensi domestik yang gelisah," tambahnya.

"Di China, Presiden Xi Jinping dan Partai Komunis membutuhkannya untuk tetap memegang kendali di rumah. Di AS, (Presiden Donald) Trump perlu memenangkan pemilihan pada bulan November," imbuh Mathieson.

Muncul tanda-tanda positif dari China ketika virus menyebar keluar. Pada saat itu, Beijing mengumumkan akan mengirim peralatan medis dan tim kesehatan ke negara lain, seperti Italia, Spanyol, Serbia, Estonia, Yunani, Bulgaria, Slovenia, hingga Prancis.

Namun sangat disayangkan, peralatan medis yang dikirim tersebut pun terbukti cacat. Alhasil, kritikan terhadap China kembali menyeruak.

Xi berusaha untuk "berdamai". Dalam Majelis Kesehatan Dunia (WHA), ia mengatakan vaksin Covid-19 akan tersedia untuk seluruh dunia dan pihaknya akan memberikan 2 miliar dolar AS untuk melawan pandemik, khususnya di negara-negara berkembang.

Meski begitu, Mathieson mengatakan, narasi tersebut mungkin sudah terlambat bagi China yang telah terlebih dulu memantik api perselisihan dengan banyak negara.

Dekan Hubungan Internasional di Universitas Nanjing, Zhu Feng, mengatakan, beberapa diplomat China bahkan telah membuat pertengkatan terkait pandemik semakin buruk, alih-alih berusaha untuk mendapat penghargaan dari pemerintah pusat. Terbukti dengan apa yang terjadi di Australia, Prancis, hingga AS.

"Kegagalan diplomasi virus corona ini sebagian besar disebabkan oleh sistem politik China di mana berbagai cabang ingin menyedot pemimpin puncak alih-alih melaporkan situasi faktual," kata Zhu.

“Karena semua negara menghadapi krisis, China harusnya lebih sederhana. Daripada memiliki pola pikir bahwa 'Anda harus berterima kasih kepada China' dan melihatnya sebagai peluang untuk memperluas pengaruh global. Singkatnya, diplomasi virus corona China telah dilakukan dengan buruk," pungkasnya. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA