Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

China Bikin Ulah, Gubenur Terakhir Hong Kong: Xi Jinping Sedang 'Gugup' Karena Banyak Dikritik

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/sarah-meiliana-gunawan-1'>SARAH MEILIANA GUNAWAN</a>
LAPORAN: SARAH MEILIANA GUNAWAN
  • Minggu, 31 Mei 2020, 06:49 WIB
China Bikin Ulah, Gubenur Terakhir Hong Kong: Xi Jinping Sedang 'Gugup' Karena Banyak Dikritik
Gubernur terakhir Hong Kong, Chris Patten/Net
rmol news logo Kekacauan yang terjadi di Hong Kong yang dipicu oleh berbagai tindakan China membuat Chris Patten kembali membuka suara.

Patten adalah Gubernur terakhir Hong Kong yang mengakhiri masa jabatannya pada 1997. Ia adalah tokoh penting dalam penyerahan kembali Hong Kong ke China dari Inggris dengan otonomi khusus.

Sebagai orang yang sangat paham dengan Hong Kong, Patten mengatakan tindakan keras Presiden Xi Jinping terhadap Hong Kong akan memicu arus keluar modal dan orang-orang yang bermaksud untuk berinvestasi ke China.

Ia bahkan mengatakan Xi menginginkan adanya Perang Dingin. Sehingga, Barat, katanya, harus berhenti bersikap naif pada Sekretaris Jenderal Partai Komunis China tersebut.

"Kita telah lama melewati tahap di mana tidak menginginkan Perang Dingin lainnya, kita harus bereaksi terhadap fakta bahwa Xi sepertinya menginginkannya sendiri," ucap Patten kepada Reuters.

Menurut Patten, Xi adalah diktator yang sedang "gugup", takut jabatannya diambil alih karena banyaknya kritikan atas penanganan awal wabah virus corona baru (Covid-19) di China. Xi juga sedang kelimpungan dengan kesepakatan dagang bersama Amerika Serikat.

"Salah satu alasan Xi Jinping memunculkan semua perasaan nasionalis tentang Hong Kong ini, tentang Taiwan dan tentang masalah-masalah lain, adalah bahwa ia lebih gugup daripada pejabat mana pun yang mengizinkan posisi Partai Komunis di China," paparnya.

Beberapa hari lalu, parlemen China, Kongres Rakyat Nasional telah menyetujui UU keamanan nasional bagi Hong Kong yang bertujuan untuk menghentikan tindakan separatisme, terorisme, subversi, dan campur tangan asing.

UU tersebut dianggap akan menggugurkan otonomi tinggi Hong Kong berdasarkan kebijakan "satu negara, dua sistem".

Patten mengatakan, Xi memang tidak menyukai gagasan "satu negara, dua sistem". Alih-alih memberikan hak istimewa kepada Hong Kong, Xi, kata Patten lebih menginginkan untuk menghancurkan pusat keuangan Asia tersebut.

"Apa yang dia harap bisa dia lakukan adalah untuk menghancurkan Hong Kong. Apa artinya? Ini berarti tanda tanya yang serius bukan hanya tentang masa depan Hong Kong sebagai masyarakat bebas tetapi juga tentang kemampuan Hong Kong untuk terus berlanjut sebagai pusat keuangan internasional utama di Asia," pungkas Patten. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA