Pasalnya, protes yang dipicu oleh kematian warga Amerika Serikat (AS) berkulit hitam, George Floyd, tersebut tidak dilakukan sesuai dengan protokol kesehatan.
Peristiwa tersebut terjadi pada Senin (1/6). Peserta unjuk rasa yang diperkirakan hanya 200 hingga 300 orang kemudian membengkak menjadi ribuan orang.
Walikota Amsterdam, Femke Halsema, mengatakan bahwa pemerintah kota terperangah dengan jumlah peserta yang besar dan tidak bisa melakukan intervensi. Pada akhirnya, ia mengatakan hanya membela hak publik untuk melakukan demonstrasi.
"Saya telah melihat bagaimana pertemuan ini berkembang menjadi peristiwa besar di Berlin dan London dan kota-kota AS," ujar Helsema dalam sebuah wawancara yang dikutip
CNA.
Bukan hanya Halsema, anggota parlemen Klass Dijkhof juga mengungkapkan kekhawatirannya akan potensi lonjakan kasus Covid-19 di Belanda. Ia kemudian mendesak warga yang mengikuti unjuk rasa untuk melakukan karantina mandiri selama dua pekan.
Di sisi lain, demonstrasi terbesar sejak kuncian dilakukan tersebut juga dikatakan oleh seorang ahli virus di rumah sakit UMC Amsterdam, Menno de Jong bisa menciptakan penyebaran super.
"Ini persis apa yang tidak kita inginkan. Anda tidak perlu menjadi ahli virus untuk mencapai kesimpulan ini. Ada alasan kita berbicara mengenai jarak sosial selama berbulan-bulan. Ini bisa berpotensi menjadi peristiwa yang disebut penyebaran super," ujarnya.
Hingga saat ini, Belanda sendiri sudah mencatat hampir enam ribu kematian akibat Covid-19. Pemerintah juga sudah memberikan aturan denda sekitar 400 dolar AS bagi warga yang melarang aturan pembatasan sosial.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: