Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Pertemuan Publik Dilarang, Protes Anti-Rasisme Di Thailand Berlangsung Virtual

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/sarah-meiliana-gunawan-1'>SARAH MEILIANA GUNAWAN</a>
LAPORAN: SARAH MEILIANA GUNAWAN
  • Senin, 08 Juni 2020, 08:12 WIB
Pertemuan Publik Dilarang, Protes Anti-Rasisme Di Thailand Berlangsung Virtual
Protes anti-rasisme virtual di Thailand melalui aplikasi Zoom/Net
rmol news logo Protes anti-rasisme yang bermula di Minneapolis, Minnesota, Amerika Serikat (AS) telah menginspirasi warga dunia. Sayangnya, situasi pandemik Covid-19 membuat banyak orang yang khawatir akan penularan virus saat protes berlangsung.

Namun, para aktivis di Thailand mempunyai inovasi lain agar protes masih tetap berjalan di tengah pandemik. Caranya adalah dengan melakukan protes virtual.

Sebanyak sekitar 300 orang yang terdiri dari warga Thailand dan warga asing bergabung dalam protes virtual pada Minggu (7/6). Protes anti-rasisme tersebut ditujukan sebagai solidaritas untuk meninggalnya pria AS berkulit hitam, George Floyd.

Protes virtual sendiri dilakukan karena belum dicabutnya larangan pertemuan publik oleh pemerintah Thailand.

Alhasil, seperti dilaporkan Reuters, para demonstran melakukan aksi dengan berkumpul di platform konferensi video Zoom.

Protes di awali dengan menonton video detik-detik meninggalnya Floyd di tangan seorang polisi kulit pulih, Derek Chauvin. Di mana selama 8 menit 46 detik, leher Floyd ditekan oleh lutut Chauvin ke tanah hingga akhirnya ia tidak bergerak dan meninggal dunia. Insiden tersebut terjadi pada 25 Mei 2020.

Meski virtual, para pengunjuk rasa tetap membuat spanduk hingga kertas-kertas dengan slogan "I Can't Breathe" hingga "Black Lives Matter". Slogan-slogan tersebut lah yang saat ini digunakan oleh warga dunia untuk menyuarakan anti-rasisme.

“Saya sudah tinggal di tiga benua sekarang. Saya punya teman baik yang berasal dari komunitas Afrika, yang juga orang Amerika berkulit hitam, dan Anda melihat perbedaan yang mencolok dalam bagaimana mereka diperlakukan," ujar penyelenggara acara, Natalie Bin Narkprasert.

"Setiap orang memiliki harapan, setiap orang memiliki mimpi, semua orang berdarah merah. Sangat gila bahwa mereka masih memiliki ini (rasisme) pada tahun 2020 ketika pada tahun 1963, saat itulah Martin Luther King melakukan pidato kebebasannya," sambungnya.

Di AS sendiri, protes anti-rasisme masih berlangsung di berbagai penjuru negeri. Protes juga kerap berakhir rusuh dengan polisi yang menggunakan gas air mata untuk membubarkan para demonstran yang dianggap sudah merusak fasilitas hingga penjarahan. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA