Kerusuhan itu terjadi ketika Beirut mengadakan pembicaraan dengan Dana Moneter Internasional (IMF) untuk program reformasi.
Lebanon semakin terjungkal dalam lubang ekonomi yang membuat warganya kian terpuruk. Ditambah dengan nilai tukar pound yang merosot ke level 5.000 terhadap dollar AS pada Kamis (11/6).
Warga Lebanon berunjuk rasa, dari kota Tripoli di utara hingga ke kota Sidon di selatan. Ini adalah kerusuhan paling besar selama pandemik di tengah pemberlakuan penguncian wilayah.
"Kami tidak mampu makan atau membayar sewa atau semacamnya," teriak seorang pendemo, seperti dikutip dari
Reuters, Kamis (11/6).
"Kami akan tinggal di sini sampai nilai dollar turun dan kami mendapatkan semua tuntutan kami!"
Para pengunjuk rasa di Tripoli, kota terbesar kedua di Lebanon, melemparkan bom molotov ke sebuah gedung bank sentral dan membakarnya, membuat pasukan keamanan terpaksa harus menembakkan gas air mata.
Perdana Menteri Hassan Diab akhirnya menyerukan pertemuan kabinet darurat pada hari ini, Jumat (12/6) untuk membahas situasi moneter.
Krisis ini berakar pada korupsi dan pemborosan yang berlangsung selama beberapa dekade. Harga pangan melonjak, banyaknya pengangguran, dan kontrol modal yang telah memisahkan Lebanon dari penghematan mata uang mereka.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: