Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Insiden George Floyd, Peneliti: Amerika Memasuki Babak Baru

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/sarah-meiliana-gunawan-1'>SARAH MEILIANA GUNAWAN</a>
LAPORAN: SARAH MEILIANA GUNAWAN
  • Rabu, 17 Juni 2020, 12:24 WIB
Insiden George Floyd, Peneliti: Amerika Memasuki Babak Baru
George Floyd/Net
rmol news logo Rasisme di Amerika Serikat (AS) bukan hanya terjadi ketika warga kulit hitam, George Floyd, meninggal dunia di tangan polisi berkulit putih, Derek Chauvin. Meski begitu, insiden meninggalnya Floyd telah membuat AS memasuki babak baru.

Buruknya relasi antar-ras antara kulit putih dan kulit hitam di AS sudah terjadi berabad-abad lalu. Bahkan sudah 400 tahun lamanya, perjuangan untuk menghilangkan ketidakadilan tersebut dilakukan. Itu juga terlihat dari amandemen konstitusi AS ke-13 untuk membebaskan perbudakan di AS sejak 1865.

Begitu yang disampaikan oleh research fellow dari Loyola University Chicago, Ratri Istania kepada Kantor Berita Politik RMOL, Rabu (17/6).

Ratri Istania menjelaskan, sebelum George Floyd, sudah ada Martin Luther King (aktivis pejuang hak asasi sipil), Breonna Taylor, hingga Ahmaud Arbery yang menjadi korban diskriminasi rasial di AS.

Ia juga menjelaskan, kesenjangan ras di AS juga bukan hanya terlihat dari pola penanganan polisi, namun juga dari pendidikan, pekerjaan, hingga ketimpangan ekonomi.

Insiden Floyd sendiri menjadi sedikit berbeda karena terjadi di tengah pandemik Covid-19. Ratri Istania mengatakan, pandemik Covid-19 telah mempertajam jurang diskriminasi kebijakan bias putih. Warga kulit hitam dan berwarna merupakan yang paling banyak terdampak Covid-19.

Akibatnya, protes bermunculan di berbagai penjuru AS. Warga AS, baik berkulit putih, hitam, dan berwarna bergandeng tangan meneriakkan keadilan sosial, katanya.

Mengutip wawancara dari profesor sejarah dan studi Afro-Amerika dan Afrika, Heather Ann Thompson, Ratri Istania mengatakan, protes merupakan perjuangan warga AS. Perjuangan yang akhirnya membawa babak baru.

"Sekarang Amerika memasuki babak baru," ujar Ratri Istania.

"(Presiden Donald) Trump baru saja menandatangani executive order untuk reformasi polisi, judge Neil Gorsuch mengeluarkan supreme court order untuk mendukung kebijakan anti-diskriminasi di tempat pekerjaan terhadap LGBTQ, kongres Nancy Pelosi bersama dengan anggota Kongres Demokrat lainnya menyatakan ilegal bagi polisi menggunakan instrumen chokehold," paparnya merujuk pada metode kuncian leher yang digunakan polisi hingga menewaskan Floyd.

Selain itu, berbagai negara bagian serta kota lainnya juga sudah menyerukan defunding police. Hingga, Dewan Kota Minnesota sepakat untuk mengalihkan departemen kepolisian menjadi sebuah sistem keamanan berbasis komunitas.

"Ini pencapaian bagi warga AS tanpa harus mengaitkan dengan presidennya siapa," lanjutnya. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA