Dalam sebuah pernyataan yang dirilis pada Kamis (18/6), Kementerian Luar Negeri China menentang Keras UU HAM Uighur karena telah merugikan kepentingan China.
Kementerian juga mengurai, persoalan penahanan etnis Uighur yang mayoritas beragama muslim dilakukan untuk memerangi kekerasan, terorisme, dan separatisme. Penahanan tersebut tidak terkait dengan isu HAM atau kebebasan beragama.
"China mendesak AS untuk segera memperbaiki kesalahannya dan berhenti menggunakan rancangan undang-undang (RUU) yang merugikan kepentingan China," ujar kementerian seperti dikutip
Sputnik.
"Masalah-masalah terkait Xinjiang bukan mengenai hak asasi manusia, etnis, atau agama, tetapi tentang memerangi kekerasan, terorisme, dan separatisme," papar kementerian.
Selain itu, kementerian juga menggarisbawahi bahwa UU HAM Uighur telah secara terang-terangan telah memfitnah dan mencampuri urusan dalam negeri China.
Dalam pernyataan tersebut, kementerian juga memberikan peringatan bahwa China akan membalas dengan tegas tindakan AS dan negeri Paman Sam tersebut akan mendapatkan konsekuensinya.
Pada Rabu (17/6), Trump telah menandatangani UU HAM Uighur terkait dengan pemberlakuan sanksi terhadap para pejabat China yang dianggap bertanggung jawab atas penahanan massal terhadap etnis Uighur di Xinjiang.
Berdasarkan UU tersebut, pemerintah AS bisa menentukan pejabat China mana yang bertanggung jawab atas pelanggaran HAM terhadap etnis Uighur dan minoritas lainnya.
Setelah itu, Washington bisa memberikan sanksi dengan membekukan aset yang dimiliki oleh para pejabat China tersebut dan melarang mereka masuk ke AS
China sendiri selama ini telah membantah klaim yang menyebutkan pihaknya telah menahan setidaknya satu juta muslim Uighur di kamp-kamp.
China berdalih, kamp-kamp tersebut merupakan pusat pendidikan kejuruan untuk membantu etnis Uighur mempelajari bahasa resmi dan mendapat keterampilan profesional.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: