Selamat Idul Fitri
Selamat Idul Fitri Mobile
Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Mantan Polisi Perempuan Kulit Hitam Ungkap Soal Seksisme Dan Rasisme Yang Ada Di Kepolisian

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/reni-erina-1'>RENI ERINA</a>
LAPORAN: RENI ERINA
  • Sabtu, 20 Juni 2020, 09:11 WIB
Mantan Polisi Perempuan Kulit Hitam Ungkap Soal Seksisme Dan Rasisme Yang Ada Di Kepolisian
Seorang pendemo di depan aparat polisi menyuarakan protesnya terhadap rasisme, di California, 1 Juni 2020 lalu/Net
rmol news logo Aksi memprotes rasisme yang pecah di 140 kota di AS, bahkan menyebar hingga ke negara-negara lain, akhirnya juga menyeret lembaga kepolisian. Teriakan 'polisi rasis' ikut mewarnai aksi protes itu, menimbulkan keprihatinan para penegak hukum.

Ternyata bukan hanya para pengunjuk rasa saja yang mengecam dan mengkritik aparat kepolisian yang kebanyakan terdiri dari kulit putih. Mantan deputi polisi wanita ini berbagi pengalaman berkarier di lingkungan kerjanya yang mayoritas kulit putih.

Tracy Simmons, pensiunan Wakil Kepala Kepolisian Metro Transit (transportasi publik ibukota AS), yang telah mengabdi selama 25 tahun di kepolisian dengan posisi berbeda-beda, mengisahkan pahit getirnya selama ia bertugas.

Di tempatnya bertugas dulu, ia adalah perempuan polisi berkulit hitam di antara para polisi pria berkulit putih.

"Saya meniti karir hingga pensiun sebagai Wakil Kepala, dan saya perempuan pertama yang berhasil menduduki jabatan itu di departemen kami," kata Tracy dalam video unggahan media VOA.

Ia mengungkapkan, atmosfer kerja sangat mengintimidasi bagi perempuan muda, apalagi kulit hitam, sementara rekan-rekannya adalah polisi laki-laki berkulit putih.

"Kita harus berusaha keras untuk bisa diterima," katanya mengenang masa-masa ia bertugas.

Sulit untuk bisa melebur bersama para polisi kulit putih dan pria pula. Tracy menyadari dia tidak pernah bisa menjadi bagian dari rekan-rekannya. Dari sana pula ia menyadari, adanya seksisme dan rasisme.

Tidak dapat dipungkiri bahwa penampilan seseorang akan membuat respon yang berbeda dari sekitarnya.

"Nyatanya kami tidak pernah bisa jadi bagian dari mereka. Ini harus dipahami. Di kepolisian, seksisme dan rasisme terjadi kapan pun dimana pun, sangat sering," ujar Tracy sambil menyebutkan celetukan-celetukan yang kerap dilontarkan rekan-rekannya.

"Celetukan-celetukan yang dilontarkan saat absen, dan saya tidak berani menyebutnya lagi. Saya bertahan karena saya sudah berada di sana. Saya harus menjadi orang yang menyuarakan perubahan," ujar Tracy.

Sejak lama, rasisme itu ada. Dan akan selalu ada sekelumit rasisme di mana pun, menurut Tracy.

Polisi datang dari komunitas yang sama, dan mereka membawa sistem kepercayaan tertentu yang diwarisi dari lingkungannya, cara pandang terhadap dunia dan pengalaman budayanya. Sekarang, banyak yang baru terungkap karena adanya teknologi, padahal ini sudah terjadi bertahun-tahun. Sekarang, mau tidak mau, harus dihadapi, ujar Tracy.

"Negara ini mengalami kebobrokan. (Kepada pengunjuk rasa kebrutalan polisi) saya akan dukung mereka sepenuhnya. Saya akan berpesan agar mereka berpikir, mencerna, buka mata akan adanya kisah-kisah lain di tempat-tempat lain."

Tracy meyakini akan ada perubahan seandainya semua bersama-sama saling bahu membahu untuk mengubah budaya rasisme yang selama ini berjalan. Di kepolisian sendiri, mestinya yang bersikap rasis harus diselesaikan masa tugasnya.

"Saya cukup optimis. Saya rasa ada cara-cara tertentu yang bisa dilakukan untuk mengubah budaya yang ada. Kita bisa pensiunkan mereka yang masih ingin mempertahankan cara-cara lama." rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA