Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Kerusuhan AS Seret Nama Besar George Soros, Teori Konspirasi Pun Melonjak Tinggi Di Media Sosial

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/reni-erina-1'>RENI ERINA</a>
LAPORAN: RENI ERINA
  • Senin, 22 Juni 2020, 13:50 WIB
Kerusuhan AS Seret Nama Besar George Soros, Teori Konspirasi Pun Melonjak Tinggi Di Media Sosial
Miliarder sekaligus filantropis berpengaruh dunia, George Soros dalam agenda World Economic Forum 2019/Net
rmol news logo Kerusuhan yang meledak di beberapa negara bagian di Amerika Serikat telah menyeret nama George Soros. Teori yang beredar menyebutkan pria miliarder itu membayar banyak pengunjuk rasa berikut bus pengangkut batu.
Selamat Menunaikan Ibadah Puasa

George Soros seorang investor miliarder dan yang terkenal karena kedermawanannya ini pernah menjanjikan akan menyisihkan 1 miliar dolar AS  untuk mendanai jaringan baru guna mengantisipasi penyebaran tindak nasionalisme berlebih pada Januari awal tahun 2020.

Sudah lama Soros menjadi sasaran teori konspirasi. Liga Anti-Pencemaran Nama Baik menyoroti, hanya dalam empat hari pada akhir Mei lalu, Twitter dipenuhi dengan postingan negatif  tentang Soros. Isu yang mengaitkan nama besar Soros melonjak dari sekitar 20.000 sehari menjadi lebih dari 500.000 sehari.

Institute for Strategic Dialogue, sebuah lembaga di London yang fokus pada ekstremisme dan polarisasi, menemukan lompatan yang bahkan lebih mencolok di Facebook, di mana ada 68.746 postingan yang menulis tentang Soros sepanjang bulan Mei. Rekor sebelumnya adalah 38.326 postingan, ketika Soros disebutkan membantu karavan migran menuju AS pada 2018 lalu.
Gelombang baru dimulai ketika demonstrasi nasional muncul atas kematian George Floyd di tangan polisi Minneapolis. Beberapa bersikeras Soros membiayai aksi protes itu, sementara yang lain mengatakan dia berkolusi dengan polisi untuk memalsukan kematian Floyd. 

Namun, semua bukti yang ada menunjukkan bahwa protes itu seperti apa yang tampak: pertemuan ribuan orang Amerika kecewa tentang kebrutalan polisi dan ketidakadilan rasial.

Laura Silber, kepala komunikasi untuk Yayasan Masyaraka Filantropi mengatakan secara terus terang bahwa teori itu hanya pengalihan isu.

"Saya pikir sebagian ini merupakan upaya untuk mengalihkan perhatian dari masalah-masalah nyata yang ada, pandemik, protes atau gerakan Black Lives Matter, dan lainnya," kata Silber, seperti dikutip AP, Minggu (21/6).

"Cukup teriakan saja bahwa orang-orang di luar sana melakukan aksi protesnya dengan dibayar. Itu menghina," katanya lagi.

Di antara teori konspirasi itu ada yang menyatakan, pada pekan lalu sebuah foto  menunjukkan dua bus bertuliskan 'Soros Riot Dance Squad' beredar luas di media sosial. Foto itu dikutip sebagai bukti keterlibatan Soros dalam protes, tapi hasil penyelidikan menyatakan ternyata itu palsu. Foto asli menunjukkan dua bus tanpa ada tulisan tersebut.

Soros juga disebut-sebut mengatur tumpukan batu bata di dekat area aksi protes. Beberapa klaim palsu yang melibatkan tumpukan batu bata telah dibantah, dan tidak ada bukti yang muncul yang menunjukkan bahwa batu bata itu sengaja ditempatkan.

Para ahli yang mempelajari teori konspirasi mengatakan klaim baru tentang Soros adalah cara untuk mendelegitimasi protes dan alasan sebenarnya di baliknya. Beberapa melihatnya sebagai anti-Semitisme, cara baru pada kebohongan kuno bahwa komplotan orang kaya, memanipulasi peristiwa dunia.

Teori konspirasi akan menjadi masalah ketika telah mengarah pada ancaman kekerasan, menyebabkan orang kehilangan kepercayaan pada lembaga-lembaga penting.

Soros, miliarder kontroversial kelahiran Hungaria ini telah meluncurkan Open Society University Network (OSUN), dikutip dari Forbes pada Januari lalu. OSUN adalah platform internasional yang mempelajari kemungkinan seluruh universitas yang ada di dunia bisa bergabung di dalamnya.

Soros mengatakan bahwa OSUN merupakan jaringan pendidikan inovatif yang sangat dibutuhkan dunia. Dia menambahkan, Open Society Foundation yang digawanginya pun akan memberikan sumbangan 1 miliar dolar AS untuk mendirikan platform internasional tersebut.

Soros juga sering mengkritik pedas beberapa pihak. Dia pernah mengkritik Presiden Donald Trump yang dijulukinya sebagai penipu dan super narsis.

"Saat fantasinya (Trump) menjadi presiden tercapai, sifat narsismenya berkembang jadi haus kekuasaan. Dia telah melampaui batas kepresidenan yang ditetapkan oleh konstitusi, untuk itu ia telah dituntut," kata Soros beberapa hari pasca Donald Trump berbicara di WFE tahun lalu.

Soros juga pernah mengkritik PM India Narendra Modi dengan sangat keras. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA