Mereka mengatakan diskriminasi rasial yng mereka alami setara dengan rasisme yang dialami oleh orang Afrika-Amerika, bahkan kadang-kadang melebihi itu. Mereka tidak hanya menghadapi kurangnya pengakuan, tetapi juga kekejaman ekonomi, politik dan sosial.
Banyak dari mereka adalah keturunan budak Afrika yang dibawa ke Irak dan telah tinggal di kota selatan Basra selama berabad-abad.
Mereka menginginkan pengakuan sebagai kelompok minoritas yang hak-haknya dilindungi, tetapi tuntutan mereka diabaikan oleh pemerintah Irak.
Sampai saat ini mereka juga kerap disebut 'budak' dan itu terasa sangat tidak adil. Itu juga yang membuat mereka patah harapan karena beban leluhur mereka terus menghantui mereka.
Pembunuhan George Floyd beberapa waktu lalu telah menyoroti rasisme secara global, hal yang tidak pernah diurus oleh pihak berwenang terhadap warga kulit hitam Irak.
Anggota komunitas kulit hitam Irak, diperkirakan ada sekitar 2 juta, telah ikut ambil bagian dalam gerakan Black Lives Matter.
Pembunuhan Floyd telah meningkatkan kesadaran di Irak tentang pengabaian pemerintah terhadap hak-hak kulit hitam Irak, atau Irak-Afrika.
"Apa yang terjadi pada Floyd tidak boleh terjadi lagi, itu bukan hanya masalah kulit hitam, tetapi masalah yang menjadi perhatian orang-orang dari seluruh dunia, kami akan terus berjuang sampai rasisme berakhir," kata Mohammed Falih, seorang fotografer 31 tahun dari Basra, dikutip
The National.
Dia mengatakan mendapatkan pekerjaan di Irak sangat sulit bagi mereka yang berasal dari Afrika.
"Mendapatkan pekerjaan seperti mimpi di sini, baik di pemerintah maupun di swasta. Mereka melihat kita sebagai warga negara kelas dua," keluhnya.
Pendiri gerakan Orang Kulit Cokelat, Abdul Hussein Abdul Razzaq, mengatakan, selama beberapa dekade, warga Irak Hitam telah dihina, direndahkan, dan martabat mereka diambil dari mereka.
"Orang kulit hitam telah hidup di Irak sebagai budak selama berabad-abad, mereka adalah di antara yang paling miskin dan rentan di Irak, yang merupakan fakta bahwa rasisme di Irak lebih buruk daripada yang ada di Amerika," kata Razzaq.
"Kesetaraan yang dibicarakan oleh konstitusi adalah kebohongan," katanya lagi.
Orang kulit hitam di Irak selalu dipilih untuk menangani pekerjaan kasar atau bekerja sebagai musisi dan penari.
“Beberapa lebih suka mempertahankan pekerjaan leluhur mereka seperti menjadi pelayan di rumah syekh suku. Sangat sedikit yang berhasil melewati rintangan rasial,†katanya.
Razzaq menuntut agar warga kulit hitam Irak memiliki martabat mereka kembali dan untuk mengakhiri diskriminasi sosial.
"Kami ingin pemerintah memberi kompensasi kepada kami atas apa yang kami lewatkan," kata Razzaq.
Hampir tidak ada perhatian pada diskriminasi terhadap warga Irak Hitam, kata mereka.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.